May Day, Nasib Buruh di Kota Banjar Semakin Nelangsa!
BANJAR, iNewsTasikmalaya.id - Dalam momen peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025 mendatang, nasib buruh di Kota Banjar masih sangat memprihatinkan.
Pasalnya, di peringatan hari buruh tahun ini upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Kota Banjar masih di posisi terendah di Jawa Barat.
Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar Federasi Serikat Buruh Militan (SPSBB F SEBUMI), Irwan Herwanto, mengatakan bahwa statistik Banjar masih menduduki posisi UMK terendah di Jawa Barat, sementara harga kebutuhan pokok terus meroket.
Bahkan, situasi tersebut diperburuk oleh maraknya praktik tidak etis seperti bayaran upah di bawah standar, penundaan gaji hingga ketidakpastian penghasilan bagi buruh yang sakit atau cuti.
“Banyak perusahaan membayar upah di bawah UMK, bahkan menunggak gaji,"kata Irwan, Senin (28/4/2025).
"Buruh yang cuti haid atau sakit pun seringkali tidak mendapatkan haknya,”kata dia menambahkan.
Persoalan buruh di Kota Banjar menurutnya kian kompleks dengan lemahnya pengawasan dari pemerintah terhadap perusahaan yang melanggar aturan.
Lembaga Kerja Sama Tripartit dan Dewan Pengupahan Kota Banjar, yang seharusnya menjadi penjaga hak buruh, justru dinilai tidak berfungsi efektif.
“Mereka hanya jadi alat kepentingan segelintir pihak. Buruh tetap tak didengar,” katanya.
Minimnya regulasi yang kuat dan pengawasan yang lemah menciptakan peluang bagi eksploitasi buruh, dari upah rendah hingga ketiadaan jaminan keselamatan kerja.
Lebih parah lagi, maraknya PHK sepihak dan peliburan tanpa upah menjadi ancaman serius yang terus diabaikan. Irwan menekankan, sekitar 60 persen konflik ketenagakerjaan di Banjar tidak terselesaikan karena lemahnya penegakan hukum.
Ia mengingatkan, jika pemerintah terus abai, gelombang protes tidak hanya akan berhenti di jalanan, tetapi berpotensi memicu krisis sosial yang lebih dalam.
“Mesin tak akan berproduksi tanpa buruh, tapi keuntungan hanya dinikmati pemilik modal. Ini pencurian sistematis,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa praktik jam kerja panjang masih menjadi bentuk eksploitasi nyata yang dialami buruh di pabrik-pabrik Banjar.
Di tengah kondisi memprihatinkan yang dialami buruh, mereka diberikan pemahaman yang kurang tepat, terlebih saat momen memperjuangkan hak mereka yang diperingati dengan istilah May Day atau Hari Buruh Internasional.
May Day yang dirayakan setiap 1 Mei, sejatinya adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sistem ketenagakerjaan.
Namun, di Kota Banjar, momentum ini justru sering dilakukan sebagai kegiatan seremonial yang seringkali menutupi esensi May Day. Seharusnga buruh di Banjar paham dan menyuarakan pesan yang tegas bahwa ini adalah hari perjuangan, bukan hari pesta.
“Kami tidak butuh hadiah sesaat. Kami butuh upah layak, kerja tetap, dan hidup bermartabat,” pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono