TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Mohammad Taofik (27), warga Kampung Sangkali, Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, menjadi korban penganiayaan dan pembacokan oleh segerombolan bermotor.
Insiden tragis tersebut terjadi di Jalan Mayor SL Tobing, Kelurahan Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, pada Minggu (17/11/2024) dini hari. Akibat serangan itu, Taofik mengalami luka parah di punggung dengan 35 jahitan dan jari tangan kirinya hampir putus.
Kasus ini kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tasikmalaya. Namun, muncul kabar dugaan salah tangkap terhadap tersangka yang memicu perhatian publik, bahkan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI pada Selasa (21/1/2025).
Dalam RDP tersebut, Komisi III DPR mengeluarkan rekomendasi penangguhan penahanan dan mencermati dugaan salah tangkap.
Mohammad Taofik menegaskan tidak ada kesalahan dalam penangkapan pelaku. Ia yakin karena mengetahui wajah pelaku yang membacoknya. Saat kejadian, Taofik mengaku sempat membuka masker pelaku setelah tangannya terluka akibat menangkis celurit.
"Saya tahu betul wajah pelaku. Tidak ada salah tangkap. Saat kejadian, saya melihat jelas wajahnya," kata Taofik, Rabu (22/1/2025).
Menurutnya, para tersangka bahkan sempat mengakui perbuatannya ketika ditemui di Mapolsek Tawang. Namun, Taofik merasa heran karena beberapa hari kemudian mereka berubah sikap dan menyangkal keterlibatan mereka.
"Saat saya temui di Polsek Tawang, mereka mengakui dan meminta maaf. Tapi seminggu kemudian, mereka tidak mengakuinya lagi. Ada apa ini?" ungkapnya.
Didampingi kuasa hukumnya, Windi Harispandi, Taofik berharap para pelaku dihukum seberat-beratnya. Luka yang ia alami sangat serius, bahkan nyaris melukai jantungnya.
Windi menilai kasus ini sudah jelas, tetapi sayangnya justru menjadi polemik dengan opini yang digiring ke ranah politik. Ia menegaskan bahwa jika ada dugaan salah tangkap, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme praperadilan, bukan di DPR RI.
"Kasus ini terang-benderang. Kalau ada pihak yang merasa tidak bersalah, buktikan di pengadilan. Jangan membuat opini tanpa dasar," tegas Windi.
Sementara itu, kuasa hukum salah satu tersangka yang masih anak-anak, Nunu Mujahidin, menuding terjadi pelanggaran prosedur dalam penangkapan. Menurutnya, anak-anak yang ditangkap tidak didampingi penasihat hukum, orang tua, atau petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Nunu juga mengklaim barang bukti yang diajukan penyidik tidak relevan dengan kasus pengeroyokan. Ia pun meminta Komisi III DPR mendalami dugaan salah tangkap ini.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan kemungkinan untuk memanggil Kapolres Tasikmalaya Kota guna meminta klarifikasi terkait dugaan tersebut. Ia menekankan bahwa DPR tidak dapat mengintervensi proses hukum, tetapi memiliki kewenangan memperjuangkan keadilan berdasarkan fakta yang ada.
"Kami akan memeriksa data dengan cermat. Jika memang ada kejanggalan, kami akan mendalami," ujar Habiburokhman.
Kasus ini masih menjadi sorotan publik, mengingat adanya perbedaan klaim antara korban dan kuasa hukum tersangka. Semua pihak kini menunggu hasil persidangan untuk mendapatkan kejelasan dan keadilan.
Editor : Asep Juhariyono