Hal ini diatur dalam Pasal 25, 26, dan 27 mengenai pengurangan TPP. "Pemotongan TPP atas dasar defisit anggaran tidak dikenal secara hukum," tegas Firman.
Ia menyarankan agar kebijakan terkait TPP selalu diletakkan dalam kerangka hukum. TPP harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan karakteristik daerah.
"Jika perlu penyesuaian anggaran, kebijakan yang digunakan seharusnya penetapan dasar TPP, bukan pemotongan," tambahnya.
Firman menyampaikan, bahwa kepala daerah yang progresif harus memahami pentingnya kebijakan TPP untuk memberikan insentif kepada birokrasi dan memotivasi mereka untuk bekerja secara optimal.
Dengan menetapkan kembali indeks kapasitas fiskal, kemahalan konstruksi, dan indeks penyelenggaraan pemerintah daerah, kepala daerah dapat memiliki instrumen insentif yang efektif.
"Karena itu, penting bagi Pemerintah Kota Banjar untuk segera mencari solusi yang tepat agar rencana pemotongan TPP ASN dan PPPK tidak berdampak negatif pada kesejahteraan pegawai dan kinerja birokrasi," jelas Firman.
"Kepala daerah harus proaktif dalam menyelesaikan masalah ini dan memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan hukum dan kebijakan yang berlaku," lanjutnya.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa Pemerintah Kota Banjar akan memotong TPP ASN dan PPPK sebesar 20 hingga 50 persen karena ketersediaan anggaran yang tidak mencukupi.
Namun, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Banjar, Dr. H. Soni Harison, menyatakan bahwa rencana tersebut masih merupakan alternatif yang belum pasti dan belum diresmikan dengan Surat Keputusan (SK) dari Wali Kota.
"Kita belum merilis resmi dengan SK Wali Kota. Doakan ya semoga ada solusi terbaik. Yakin Allah SWT Maha Welas Maha Asih. Aamiin," pungkas Soni Harison.
Editor : Asep Juhariyono