“Permasalahan pemerintah membuat aturan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, jadi tidak bisa melibatkan partisipasi para publik,” ujarnya.
Ia menilai sangatlah penting tentang pembaruan kitab hukum pidana, karena mewujudkan kemerdekaan itu butuh hukum yang baru.
“Para mahasiswa menganggap bahwa sebenarnya pembaruan kitab hukum pidana itu sangat penting, karena memang mewujudkan kemerdekaan yang seutuhnya itu membutuhkan hukum baru yang tidak berlandaskan atau mengikuti hukum pihak kolonial,” ucapnya.
Para mahasiswa mengganggap RKUHP yang digagas oleh pemerintah membatasi suara dari rakyat. Salah satu pasal yang ditolak para mahasiswa adalah pasal terkait penghinaan terhadap Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) serta penghinaan terhadap pejabat lainnya.
Jika permasalahan mengenai RKUHP ini masih belum bisa diselesaikan, mahasiswa mengancam akan melakukan aksi besar-besaran dan mengajak kepada seluruh masiswa di Indonesia untuk melakukan aksinya kembali.
Unjukrasa ratusan mahasiswa yang menolak RKUHP di depan Gedung DPRD Kota Tasikmalaya akhirnya diterima Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Agus Waryudin bersama anggota dewan lainnya. Para akhirnya diizinkan untuk melakukan audiensi di ruang rapat paripurna.
“Kami mengizinkan semua mahasiswa untuk masuk dan berdiskusi bareng, tetapi dengan catatan kami berharap tidak ada aksi-aksi yang tidak diinginkan,” ujar Agus.
“Menganai adanya korban yang tangan kirinya patah, kami pemerintah akan melakukan pengecekan bersama Kapolres Tasikmalaya Kota dan akan melihat keadaan korban,” tandasnya.
Aksi mahasiswa menolak pengesahan RKUHP di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya berlangsung hingga pukul 20.00 WIB. Usai menyampaikan aspirasinya, para mahsiswa pun membubarkan diri dengan pengawalan aparat kepolisian.
Editor : Asep Juhariyono