Jelang HUT ke-80 RI, Pedagang Bendera Merah Putih di Tasikmalaya Sepi Pembeli
TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Menyambut peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, suasana patriotik mulai terasa di berbagai sudut Kota Tasikmalaya. Deretan bendera merah putih, umbul-umbul, dan aneka dekorasi kemerdekaan tampak mewarnai ruas Jalan HZ Mustofa yang kerap dijuluki ‘Malioboro-nya Tasikmalaya’. Namun di balik semarak tampilan visual itu, para pedagang justru menghadapi realita pahit sepinya minat beli dari masyarakat.
Rian (25), seorang penjual bendera musiman yang membuka lapak di kawasan tersebut, mengungkapkan bahwa sejak tiga tahun terakhir, omzet penjualan terus menurun. “Sepi kang, dari tahun ke tahun makin kerasa. Sekarang mah paling sehari ada yang beli satu dua, gak seperti dulu,” ujarnya pada Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, selain karena banyaknya pedagang musiman yang menjamur di berbagai titik kota, daya beli masyarakat juga belum sepenuhnya pulih. Ia menduga kondisi ekonomi yang belum stabil menjadi salah satu penyebab lesunya penjualan.
“Kadang ada yang beli bendera kecil buat di motor, ada juga yang beli umbul-umbul buat di depan rumah, tapi jumlahnya gak sebanyak dulu. Apalagi sekarang banyak yang beli online,” tuturnya.
Rian menyadari bahwa tren belanja digital turut mempengaruhi daya serap pasar secara langsung. Dengan harga yang bisa lebih murah dan pilihan desain yang lebih variatif, masyarakat cenderung memilih platform daring ketimbang belanja langsung di lapak jalanan.
Meski demikian, Rian tetap konsisten menjual produk buatan tangan sendiri. Bersama saudaranya, ia memproduksi berbagai macam ukuran bendera dan umbul-umbul dari bahan kain berkualitas, yang dijual dengan harga mulai dari Rp20 ribuan, tergantung ukuran dan jenis produk.
“Kalau yang standar biasanya Rp20 ribu, yang besar bisa sampai Rp50 ribu atau lebih. Kami produksi sendiri, jadi kualitasnya bisa kami jamin,” jelasnya.
Lapak bendera milik Rian adalah usaha turun-temurun. Ia berjualan bersama sang ayah, Hery (55), yang sehari-harinya juga berdagang kacamata dan aksesori di kawasan yang sama.
“Setiap tahun kami tetap jualan meskipun pasarnya naik-turun. Harapan kami, jelang 17 Agustus ini bisa makin ramai, semangat merah putih tetap harus hidup,” kata Rian penuh harap.
Di tengah gempuran digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen, para pedagang musiman seperti Rian terus bertahan. Mereka menjadi saksi semangat nasionalisme di tengah tantangan ekonomi, sekaligus simbol kegigihan warga lokal dalam menjaga tradisi perayaan kemerdekaan dengan cara yang sederhana namun penuh makna.
Editor : Asep Juhariyono