BANJAR, iNewsTasikmalaya.id – Tahun Baru Imlek, yang tahun ini jatuh pada 29 Januari 2025, merupakan perayaan penting bagi masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Kota Banjar, Jawa Barat.
Tradisi yang penuh makna ini tidak hanya menjadi momentum untuk mempererat persaudaraan, tetapi juga simbol kedamaian dan kemakmuran.
Menurut Setiadi, seorang tokoh masyarakat Tionghoa di Kota Banjar, perayaan Imlek di kota tersebut selalu mempertahankan tradisi leluhur yang dikombinasikan dengan kearifan lokal.
"Perayaannya kami lakukan dengan melanjutkan budaya yang diwariskan orang tua, tetapi tetap menyesuaikan dengan adat lokal di Banjar. Ini adalah wujud kolaborasi budaya Tionghoa dan tradisi setempat," ujar Setiadi saat ditemui di tempat ibadah Khonghucu, Kongmiao Makin Banjar, Jumat (24/1/2025).
Setiadi menjelaskan, tradisi Imlek di Kota Banjar bermula dari perjalanan para leluhur Tionghoa yang datang ke Indonesia untuk berdagang. Banyak dari mereka kemudian menetap di Banjar dan membawa serta budaya perayaan Imlek.
"Awalnya, leluhur kami datang ke sini untuk berdagang. Mereka kemudian menetap dan menerapkan tradisi Imlek yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Banjar," jelasnya.
Imlek sendiri, menurut Setiadi, adalah tradisi yang berakar pada nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan. Ia menekankan bahwa tujuan utama perayaan ini adalah mempererat hubungan antar sesama.
Sebelum perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa di Banjar melaksanakan berbagai ritual dan tradisi. Salah satunya adalah Er Si Sheng An, sebuah prosesi sembahyang yang dilakukan untuk menghormati malaikat dapur bernama Co Kun Kong.
"Malaikat dapur ini dipercaya mencatat amal baik keluarga dan melaporkannya kepada Tuhan. Sebelum Imlek, kami juga berbagi kebaikan dengan sesama, baik kepada masyarakat Tionghoa maupun kepada mereka dari agama lain," tambah Setiadi.
Tradisi berbagi ini juga dimaknai sebagai upaya menanamkan toleransi antarumat beragama. "Berbagi adalah implementasi arti kedamaian itu sendiri," ungkapnya.
Selama perayaan Imlek, berbagai tradisi khas tetap dilestarikan, seperti bagi-bagi angpau, mengunjungi sanak saudara, dan berbagi sembako. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di kalangan masyarakat Tionghoa, tetapi juga melibatkan masyarakat lintas agama.
"Contohnya, hari ini kami membagikan sembako kepada masyarakat, baik yang Tionghoa maupun dari agama lain. Ini wujud rasa syukur sekaligus memperkuat toleransi," ujar Setiadi.
Setiadi berharap, masyarakat Tionghoa dapat menjalankan ibadah dan tradisi Imlek dengan damai tanpa ada tekanan dari pihak mana pun. Menurutnya, menjaga harmoni dan toleransi di Indonesia adalah tugas bersama.
"Harapan kami sederhana, yaitu agar kami dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinan tanpa ada tekanan dari mana pun. Kami ingin terus menjaga kedamaian dan toleransi di masyarakat," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono