Ia menyarankan agar Bawaslu melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam kampanye anti-money politics, bukan hanya bergantung pada internal lembaga.
“Kalau hanya acara seremonial tanpa aksi nyata, itu sama saja membuang-buang anggaran. Kami berharap Bawaslu segera bertindak lebih konkret dengan menggandeng masyarakat luas,” ujarnya.
Muhlison memperingatkan bahwa praktik money politics yang masif akan berdampak buruk pada masa depan Kota Banjar.
Dengan postur APBD yang masih relatif kecil, sekitar Rp700 miliar, praktek seperti ini dapat memengaruhi pengelolaan anggaran daerah.
“Kita tidak ingin nasib Kota Banjar ke depan tergadai hanya karena money politics. Pemimpin yang terpilih karena money politics cenderung tidak memiliki visi yang jelas untuk memajukan daerah,” tegasnya.
Muhlison mengajak masyarakat Kota Banjar untuk menjadi pemilih yang cerdas dan rasional. Ia meminta warga memilih berdasarkan rekam jejak, visi-misi, dan program kerja, bukan karena iming-iming uang.
“Jangan gadaikan masa depan Kota Banjar hanya demi keuntungan sesaat. Pilihlah calon pemimpin yang benar-benar punya visi untuk memajukan daerah,” katanya.
Menanggapi kritik tersebut, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Banjar, Solehan, menyatakan pihaknya telah bekerja maksimal.
Menurutnya, tidak adanya laporan pelanggaran dari masyarakat menunjukkan bahwa proses Pilkada berjalan sesuai aturan.
“Sejauh ini kami tidak menemukan pelanggaran, dan masyarakat juga tidak melaporkan adanya kasus di lapangan,” ujar Solehan.
Meski demikian, masyarakat berharap Bawaslu segera meningkatkan upaya pengawasan dan edukasi untuk memastikan Pilkada 2024 berlangsung jujur, adil, dan bebas dari praktik money politics.
Editor : Asep Juhariyono