BANJAR, iNewsTasikmalaya.id - Pengelolaan limbah medis di Kota Banjar, Jawa Barat, tampaknya belum mendapat penanganan serius dan menyeluruh. Hal ini terungkap dari adanya penemuan limbah medis dari rumah sakit yang dikelola oleh sebuah tempat pengolahan tanpa izin. Kejadian ini terjadi pada Selasa (2/4/2024).
Keberadaan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik menunjukkan bahwa pengelolaan limbah medis di Kota Banjar tidak terkendali. Lebih lanjut, tempat pengolahan limbah medis tersebut ternyata dimiliki oleh seorang dokter di salah satu rumah sakit di wilayah tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019, limbah medis dianggap sebagai limbah yang berpotensi membahayakan bagi kesehatan dan lingkungan.
Pengelolaan limbah medis harus dilakukan dengan aman dan tertutup oleh produsen dan pihak ketiga yang telah memiliki izin sesuai dengan peraturan perundangan untuk mencegah limbah medis bocor ke lingkungan, yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjar, Eri Kuswara Wardhana, melalui Fungsional Pengendali Dampak Ahli Muda, Wawan Setiawan, mengakui bahwa pihaknya terkejut dengan adanya tempat pengolahan limbah yang tidak memiliki izin.
Menurut Wawan, pihaknya baru mengetahui keberadaan tempat tersebut di Lingkungan Tanjungsyukur, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar.
Tempat tersebut diketahui digunakan untuk menggiling bekas infus agar dapat diubah menjadi barang lain. Wawan menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan, limbah medis termasuk limbah B3 karena berasal dari fasilitas kesehatan, yang berpotensi terpapar virus atau bakteri.
"Secara aturan itu limbah B3 karena alat yang digunakan fasilitas kesehatan. Kemungkinan terpapar virus atau bakteri tentu ada," katanya.
Namun, limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah non-B3 setelah melalui perlakuan khusus sebelum diolah, seperti membersihkan dan sterilisasi dengan desinfektan atau pemanasan untuk membunuh bakteri.
Namun demikian, pihaknya tidak mengetahui apakah tempat pengolahan limbah tersebut memberikan perlakuan khusus tersebut karena tidak memiliki izin.
Di sisi lain, Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kota Banjar, Rusyono, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi dengan pihak rumah sakit terkait penggerebekan tempat pengolahan limbah.
Rusyono menjelaskan bahwa bekas infus telah diberikan perlakuan atau sterilisasi oleh rumah sakit sebelum diserahkan ke pihak ketiga atau tempat pengolahan limbah.
"Kemarin dipanggil (Pihak rumah sakit). Kita klarifikasi. Kami Dinkes boleh tahu dong apa yang mereka kerjakan," katanya.
Sebelumnya, tempat pengolahan limbah plastik bekas botol infus yang dimiliki oleh seorang dokter di Tanjungsukur, Pataruman, Kota Banjar, digerebek oleh polisi. Tempat pengolahan limbah rumah sakit yang berkedok yayasan tersebut diduga tidak memiliki izin.
Kapolsek Pataruman, AKP Hadi Winarso, mengkonfirmasi bahwa tempat tersebut tidak memiliki izin. "Kami datang ke lokasi, kami sedang mendalami. Izinnya tidak ada," kata Kapolsek Pataruman AKP Hadi Winarso.
Direktur RS Mitra Idaman, Darmadji Prawira Setia, membenarkan bahwa limbah tersebut berasal dari RS Mitra Idaman.
Namun, menurutnya, bekas infus tersebut merupakan limbah non-B3 berdasarkan edaran Kementerian Lingkungan Hidup.
"Ya betul, yayasan melakukan pencacahan plabot sebagai bahan pembuatan biji plastik. Pengiriman plabot kami hentikan sampai pihak yayasan mengantongi izin," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono