BANJAR, iNewsTasikmalaya.id - Penjabat Wali Kota Banjar Ida Wahida Hidayati buka suara terkait polemik dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukannya.
Diketahui, Ida diduga melanggar netralitas ASN saat mengenalkan anak bungsunya dalam acara serah terima jabatan dan pisah sambut Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar pada Selasa (5/12/2023) lalu.
Saat itu, Ida mengenalkan bahwa anaknya merupakan caleg DPRD Provinsi Jabar. Pernyataan tersebut pun membuat masyarakat meragukan netralitas Ida sebagai ASN dalam penyelenggaraan Pemilu, Pilpres, dan Pilkada 2024 mendatang.
Saat dikonfirmasi, Ida memohon maaf atas kesalahpahaman terkait pernyataannya yang mengenalkan anaknya sebagai caleg dan menyebutkan salah satu partai peserta pemilu.
"Jadi saya itu kapasitasnya mengenalkan keluarga kecil saya, saya kenalkan suami dan saya kenalkan anak bungsu saya. Karena anak bungsu saya, dia sudah tidak tinggal dengan saya, dia sudah punya kehidupannya sendiri dia berkarir dipolitik, ya mangga silahkan gitu ya," kata Ida kepada awak media, Senin, (11/12/2023).
Anak dan suaminya itu dijelaskan oleh Ida tidak terikat oleh aturan ASN sehingga dirinya mengenalkan sosok mereka.
"Supaya tidak salah paham saya kenalkan. Kebetulan anak saya memang mencalonkan diri tapi tidak di sini, tidak di Banjar gitu ya. Kalau seandainya anak saya mencalonkannya di Banjar, pasti saya juga menolak dijadikan Pj Kota Banjar, nanti ada konflik kepentingan antara saya dan anak saya," ucapnya.
"Jadi kapasitas saya sekali lagi ditegaskan, saya hanya memperkenalkan keluarga kecil saya. Bukan untuk kampanye di sini, karena memang bukan dapilnya di sini, apa yang mau dikampanyekan gitu ya karena memang dapilnya bukan di sini. Jadi tolong bisa dimengerti posisi saya," tambah Ida.
Ida Tegaskan Dirinya Bukan Pendukung Partai
Ida menegaskan, meski anaknya menjadi calon legislatif, dirinya memastikan bukan pendukung salah satu partai.
"Ya memang kenyataannya begitu, anak saya memang calon dari partai itu, tolong hargai kejujuran saya. Saya bukan pemilih partai di mana anak saya mencalonkan. Silahkan cek saja wakil wali kota, pa Nana itu Ketua DPC kan ya, saya bukan simpatisan, saya bukan pengurus, saya juga tidak punya KTA partai, saya cuma memperkenalkan ini loh anak saya dari partai mana," terangnya.
Ida menegaskan jika dirinya 100 persen ASN dan harus netral. Meski anaknya caleg dari salah satu partai dirinya akan tetap netral.
"Kalo saya kan memang ASN harus netral, anaknya mau nyaleg ya silahkan, anaknya mau ga boleh ini ya silahkan dari pada memaksa, itu hak anak saya," ujarnya.
Sebelum anaknya terjun ke dunia politik, Ida mengaku sempat bertanya apakah mau jadi ASN seperti dirinya, atau mau dagang, dan yang lainnya.
"Tapi dia memilih ke politik, ya saya mangga saja, sebagai orang tua hanya mendorong supaya anak saya karirnya bagus bukan berarti saya harus ikut menjadi simpatisan partainya karena saya murni ASN," tuturnya.
Ida menceritakan bahwa dirinya sudah 32 tahun berstatus ASN. Netralitasnya pun teruji bukan tahun politik kali ini saja.
"Saya sudah puluhan tahun dan memang saya netral artinya saya tidak memihak manapun dan itu bisa dicek, barang kali tidak percaya mangga cek ke provinsi pasti tidak ada, saya baru kenal sama pa Nana (Mantan Wakil Wali Kota Banjar) juga karena jadi Pj di Banjar. Saya tidak punya tendensius apa-apa, itu tolong digarisbawahi ya," katanya.
Bawaslu Harus Tetap Selidiki dan Kaji
Meski Ida telah menegaskan dirinya merupakan ASN yang netral, pemantau Pemilu, Nugi Alamsyah, meminta Bawaslu Kota Banjar tetap menyelidiki dan mengkaji dugaan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh kepala daerahnya dengan baik dan profesional.
Nugi yang juga Ketua Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah Kota Banjar menilai, pernyataan seorang Pj Wali Kota Banjar dianggap sudah tak pantas dan melebihi batasan.
Pasalnya, di tahun politik utamanya saat masa kampanye Pemilu 2024 tak pantas apabila seorang Pj Wali Kota yang juga merupakan ASN memperkenalkan anaknya sebagai caleg sampai menyebutkan nama partai politiknya.
"Tindakan yang benar-benar offside. Karena tidak pantaslah seorang Pj Wali Kota menyebutkan salah satu partai politik (perahu anaknya yang mencalonkan sebagai Caleg DPRD Provinsi Jabar)," kata Nugi.
Ia mengatakan, kalau hanya bermaksud memperkenalkan keluarga kecilnya tidak perlu sampai harus menyebutkan bahwa anaknya sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Bahkan lebih parahnya lagi sampai menyebutkan nama partai politiknya.
"Melihat itu, berarti di sini ibu Pj (Wali Kota Banjar) tidak netral. Tidak netralitas. Kenapa harus disebutkan nama perahu yang ditunggangi anaknya. Maka kami meminta pihak Bawaslu Kota Banjar untuk tetap menyelidiki dan mengkaji atas tindakan yang diperbuat oleh Pj Wali Kota," kata Nugi.
"Kalau kita melihat UU tentang ASN, Bab 2 Pasal 2 huruf (f) menjelaskan tentang netralitas. Kalau melihat aturan itu Pj sudah tidak netral karena tindakan tersebut," kata dia menambahkan.
Pihaknya meminta agar Pj Wali Kota Banjar yang berstatus ASN ini untuk tidak mengeluarkan narasi mengandung kontraproduktif. Jadi jangan sampai ada bahasa yang offside atau blunder untuk menjaga netralitas.
"Apapun alasan, mau disebutkan alasannya hanya untuk mengenalkan keluarga kecil dan bukan dapil Banjar, tetapi bagi kami sudah melanggar tentang netralitas ASN. Jadi kami agak meragukan tentang netralitas ASN. Jangan sampai kejadian di tahun 2019 itu terulang kembali banyak ASN terjerat pelanggaran kode etik netralitas ASN," tegasnya.
Editor : Asep Juhariyono