Namun keesokan harinya pihak klinik mempersilakan Nisa dan bayinya pulang. Pihak keluarga heran, karena bayi dengan berat 1,5 kg disuruh dibawa pulang.
"Sejak awal sebenarnya kami merasakan pelayanan klinik yang terkesan tidak profesional. Tambah yakin setelah bayi boleh dibawa pulang. Padahal kondisinya menurut kami mengkhawatirkan," ungkap Nadia (26), kakak kandung Erlangga, saat mendatangi sekretariat PWI Tasikmalaya, pekan lalu.
Keluarga juga khawatir, karena bayi seperti tak mampu minum ASI. "Sebenarnya kami ingin bayi berada di inkubator. Tapi khawatir dikira spk tahu. Saat berada di rumah, bayi terus diusahakan diberi susu formula. Sempat disedot tapi hanya sedikit," ujar Nadia.
Keesokan harinya, Selasa (14/11/2023) malam, kondisi bayi drop. Saat itu juga langsung dibawa kembali ke klinik. "Namun klinik yang buka 24 jam itu ternyata sudah tutup. Kami gedor dan akhirnya dibuka," kata Nadia.
Bayi langsung diperiksa petugas yang ada dan kemudian dinyatakan meninggal. Saat keluarga larut dalam kesedihan menghadapi kenyataan itu, ungkap Nadia, petugas klinik menghilang.
Dengan perasaan sakit hati, lanjut Nadia, keluarga akhirnya membawa bayi ke sebuah rumah sakit swasta besar. "Saat diperiksa memang sudah meninggal. Yang bikin kami terkejut, petugas medisnya heran kenapa bayi berat 1,5 kg tidak berada di inkubator," ungkap Nadia.
Merasa pelayanan dan penanganan klinik buruk, keluarga kemudian mengadu ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya, Kamis (16/11/2023).
"Kematian keponakan kami memang takdir. Tapi kami berharap kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi klinik. Makanya kami mengadu ke Dinkes," terang Nadia.
Editor : Asep Juhariyono