get app
inews
Aa Read Next : Berkolaborasi dengan PWI Tasikmalaya, Katar Desa Cihaur Manonjaya Gelar Bimtek Literasi Media

Kopi Jadah Galunggung Zaman Belanda Tak Bersua Lagi 

Minggu, 09 Januari 2022 | 05:55 WIB
header img
Petani di Kampung Gegerhanjuang, Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, menanam kopi kendati tidak mengenali sejarah jika potensi itu sangat berkembang pesat pada masa penjajahan. (Foto: iNewsTasikmalaya.id/Nanang Kuswara)

TASIKMALAYA, iNews.id - Karya (65) punya keinginan yang besar untuk memiliki kebun kopi yang luas di sekitar kawasan Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya

Petani asal Kampung Gegerhanjuang, Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, ini baru memiliki lahan kebun kopi seluas satu hektar saja. 

Itu pun lokasi tanahnya milik desa yang disewa seharga Rp150.000 per tahun. 

Minat petani yang ingin bertanam kopi di kawasan Gunung Galunggung mulai ada sekitar enam petani sudah memiliki lahan dengan luas lahan kebun kopi sekitar 13 hektar. 

Umumnya petani yang bertanam kopi adalah pendatang dari Garut dan petani yang pernah tinggal di Sumatera. 

Selain ditanami kopi beberapa bagian kebun ditanami lada dan untuk petani yang baru nanam kopi ditumpangsari dengan kayu albasia. 

Awalnya tidak ada satu pun petani yang mau menanam kopi di sekitar kawasan Gunung Galunggung, padahal di lokasi tersebut ditemukan banyak tanaman kopi yang disebut dengan kopi jadah atau jenis robusta biji kecil. 

Jenis kopinya kecil-kecil dan buahnya tidak selebat kopi yang dikembangkan sekarang, juga buahnya sangat sulit untuk dipetik karena lengket. 

Namun Karya terpikat dengan pohon kopi jadah yang berbuah lebat tanpa harus di pupuk, bapak tujuh anak yang berprofesi sebagai buruh tani tersebut memutuskan untuk menanam kopi di lahan seluas satu hektar miliknya. 

Ia memiliki keyakinan, berkebun kopi akan memberi ketenangan dalam bertani dibanding cocok tanam palawija yang digelutinya sejak lama. 

“Apalagi lokasi lahannya di kawasan Gunung Galunggung sangat subur, tanpa harus dipupuk pun tanamana kopi tumbuh subur dan berbuah lebat. 

Alhamdullilah kalau saya sendiri menanam baru tiga tahun tanam, sudah bisa panen makanya ingin punya kebun yang luas karena tanah disini sangat subur,” kata Karya penuh semangat, Sabtu (8/1/2022). 

Sekitar tahun 1995, Karya memperluas kebun kopinya seluas satu hektar lagi yang bibitnya dibeli dari orang Kecamatan Salopa sebanyak 3.000 batang. 

Agar buahnya berkualitas, perkawinan silang dilakukan terhadap semua pohon kopi yang awalnya kopi jadah tersebut. 

Hasilnya ada yang bagus ada yang biasa-biasa saja, sampai saat ini kakek 12 cucu tersebut masih belajar melakukan perkawainan silang kopi-kopi jadah dengan kopi berkualitas. 

“Ada tiga jenis kopi di kebun ini termasuk dengan kopi dari Sumatrera, semuanya tidak saya kenal dengan baik apa jenisnya. 

Dari hasil berkebun kopi inilah saya mampu menyekolahkan anak-anak, dalam satu kali panen dengan luas lahan satu hektar bisa menghasilkan lima kuintal beras kopi. 

Kini keluarga saya tidak lagi harus susah payah menyewa lahan untuk bercocok tanam palawija seperti saat tinggal di wilayah Galunggung puluhan tahun silam,” kata dia. 

Karya sendiri bukan asli warga Gegerhanjuang, tetapi pendatang dari Bandung tepatnya dari Kampung Cimaung, Kecamatan Banjaran. 

Editor : Asep Juhariyono

Follow Berita iNews Tasikmalaya di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut