get app
inews
Aa Read Next : Berkolaborasi dengan PWI Tasikmalaya, Katar Desa Cihaur Manonjaya Gelar Bimtek Literasi Media

Kopi Jadah Galunggung Zaman Belanda Tak Bersua Lagi 

Minggu, 09 Januari 2022 | 05:55 WIB
header img
Petani di Kampung Gegerhanjuang, Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, menanam kopi kendati tidak mengenali sejarah jika potensi itu sangat berkembang pesat pada masa penjajahan. (Foto: iNewsTasikmalaya.id/Nanang Kuswara)

Bupati R.A.A Prawira Hadiningrat berhasil dipengaruhi oleh Belanda hingga akhirnya pada tanggal 1 Oktober 1901 memutuskan untuk membangun pusat Pemerintahan di wilayah Tasikmalaya. 

Untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi dari kawasan Galunggung, pihak Belanda memutuskan untuk membangun jalur kereta Api ke wilayah Singaparna, sehingga semua potensi alam bisa diangkut secara leluasa dengan menggunakan kereta api ke Batavia untuk selanjutnya diangkut keluar negeri. 

Pembangunan jalur kereta api ke Singaparna bukan semata-mata untuk angkutan umum, tetapi untuk mengeruk kekayaan alam Kawasan Galunggung saat itu khususnya kopi dan lada. 

Sekitar kawasan Gunung Galunggung yang antara lain Kecamatan Singaparna, Kecamatan Leuwisari, Kecamatan Sariwangi, dan Kecamatan Cigalontang, sebagai pusat perkebunan kopi dan lada yang berkualitas ekspor. 

Namun masyarakat petani di sekitar kawasan Galunggung tidak banyak yang tahu soal kopi dan lada, karena kini mereka kembali menanam kopi dan lada bukan semata-mata mengenal sejarah tetapi atas dasar ketertarikan pada tanaman kopi yang tumbuh subur di sekitar perkampungannya meskipun tidak diurus. 

Tahun 2017 silam, Pemkab Tasikmalaya mencatat luas lahan perkebunan kopi di Kabupaten Tasikmalaya mencapai 1.375 hektar sedangkan lada seluas 754,9 hektar. Hanya saja potensi tersebut tidak ada yang berada di kawasan Gunung Galunggung. 

Kopi misalnya berada di Kecamatan Cibalong, Karangnunggal, Bojonggambir, dan Salopa. Sedangkan lada berada di Kecamatan Cineam, Kecamatan Cibalong, Kecamatan Karangnunggal dan Kecamatan Salopa. 

Padahal dilihat dari aspek sejarah sebenarnya potensi kopi dan lada itu memang berada di kawasan sekitar Gunung Galunggung, namun memang sejak ditinggal Belanda tidak ada lagi petani yang menanam kopi dan lada di sana. 

Padahal, jika dikembangkan sudah dipastikan komoditi ini akan kembali menggeliat dengan hasil yang sangat bagus seperti dulu bahkan bisa lebih karena saat ini banyak jenis kopi yang bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi alam di sana. 

Hal itu terbukti, saat ini nyaris seluruh wilayah di kawasan Gunung Galunggung banyak ditanami kopi berbagai jenis. Mulai dari Arabika dengan kualitas tinggi, seperti halnya di wilayah Cigalontang yang mampu menghasilkan kopi dengan kualitas ekspor. 

Geliat itu terlihat pula dari makin maraknya kedai kopi di sejumlah daerah di Tasikmalaya yang menyajikan khasnya kopi pribumi. 

Editor : Asep Juhariyono

Follow Berita iNews Tasikmalaya di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut