"Pendistribusian sudah mulai, ini modul pembelajaran bukan LKS, untuk buku-buku kini telah dititipkan di sekolah serta sudah diketahui pihak sekolah, Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau K3S dan Dinas Pendidikan Banjar," katanya saat ditemui iNewsCiamisRaya.id, pada Jumat 19 Januari 2024 lalu.
"Saya tidak bisa sebutkan MoU yang disepakati, nanti aja ya ke bos saya dan kuasa hukumnya," sambung dia.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa MoU tersebut memungkinkan penjualan buku ke sekolah-sekolah, dan jika penjualan mencapai target, perusahaan buku berjanji memberikan hadiah berupa perjalanan umrah.
Salah seorang Kepala Sekolah di Kota Banjar, Enjen Nurjaman, membenarkan adanya penjualan buku ke sekolah-sekolah dasar di Banjar.
"Di wilayah Kecamatan Banjar sudah ada 20 sekolah yang menerima pendistribusian paket buku pedoman belajar itu yang dikirim oleh pihak penyedia buku,"kata dia, Selasa, (23/1/2024).
Ia menyatakan bahwa tidak ada paksaan bagi siswa untuk membeli paket buku tersebut, dan bahkan siswa yang orang tuanya tidak mampu secara ekonomi akan memperoleh buku tersebut secara gratis.
"Tidak ada paksaan sebetulnya, kalau mau beli silahkan, tidak juga gak apa-apa. Bahkan bagi anak yang orang tuanya tidak mampu secara ekonomi, itu digratiskan," kata dia.
Harga paket buku pedoman belajar, yang di dalamnya mirip dengan LKS, berkisar antara Rp65 ribu hingga Rp85 ribu, tergantung pada tingkat kelas. Kebijakan dari pengusaha buku memungkinkan pembayaran cicilan hingga awal Mei 2024.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjar, Kaswad, mengakui informasi tentang pertemuan dan MoU dengan penyedia buku.
Namun, ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut hanya sebatas diskusi, dan tidak ada komitmen terkait penjualan buku.
"Ya setahu saya tiba-tiba ada MoU, soal umrah benar. Tapi tidak semua dibayar oleh pihak tersebut, hanya diberi diskon saja sekitar potongan Rp2 juta, ya saya bicara apa adanya saja," katanya.
Meskipun penjualan buku ini menawarkan kemudahan pembayaran dan berbagai insentif, munculnya kontroversi kongkalikong menunjukkan bahwa praktik ini tetap menjadi isu yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut untuk menjaga keadilan dalam akses pendidikan.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait