Agus menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan ini jika tujuannya adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menyebutnya sebagai langkah yang tidak tepat yang dapat menimbulkan masalah baru.
"Analisis perhitungannya dari mana, perlu dipertanyakan. Menurut saya, langkah Dishub untuk meningkatkan PAD dari sektor parkir dengan mewajibkan juru parkir membayar retribusi 1 minggu di awal bukanlah kebijakan yang tepat," ujar Agus.
Menurutnya, juru parkir seharusnya mendapatkan pendapatan dari konsumen yang parkir, dan pembayaran di awal selama seminggu dapat mengakibatkan kesulitan finansial bagi mereka.
"Bagus kalau mereka punya uang untuk membayar di awalnya, namun jika tidak, mereka kemungkinan besar akan meminjam, karena pendapatan rata-rata juru parkir hanya mencukupi untuk kebutuhan harian mereka. Jika mereka meminjam, hasil parkir mereka akan dicicil untuk membayar," kata Agus.
Ia juga mengingatkan risiko meminjam uang dari rentenir dengan bunga tinggi, yang dapat membuat mereka terjebak dalam hutang, merugikan keluarga mereka.
Agus berpendapat bahwa ada upaya lain yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor parkir di Kota Banjar, bukan hanya kedisiplinan juru parkir dalam mencapai target.
"Tetapi perlu ada pengawasan dan transparansi dalam sistem bagi hasil yang diterapkan," tambahnya.
Agus juga menilai bahwa membandingkan kebijakan ini dengan Yogyakarta tidaklah tepat, karena kondisi Kota Banjar dan Yogyakarta berbeda. Menurutnya, untuk meningkatkan PAD di sektor ini, perlu diperketat pengawasan dan menerapkan sistem bagi hasil yang transparan.
"Tentu, kebijakan ini diadopsi dari studi banding di Jogja, namun kondisinya berbeda, jadi di Banjar, cukup dengan memperketat pengawasan dan menerapkan sistem bagi hasil yang transparan," tutupnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait