Pertanian Sehat dan Berkelanjutan, Ciamis Gencarkan Edukasi Organik ke Petani
CIAMIS, iNewsTasikmalaya.id – Pemerintah Kabupaten Ciamis terus mendorong transformasi sektor pertanian menuju sistem yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui penggunaan pupuk organik berbasis kearifan lokal.
Langkah ini ditandai dengan panen simbolis padi organik di Desa Banjarsari, Kecamatan Banjarsari, dilanjutkan dengan pelatihan pertanian sehat yang digelar di Desa Kalapasawit, Kecamatan Lakbok, pada Selasa (22/4/2025).
Sekretaris Daerah Ciamis, Andang Firman Triyadi, menegaskan pentingnya menjaga kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan sebagai bentuk syukur atas karunia alam.
“Kita harus memanfaatkan teknologi dan sumber daya secara seimbang agar pertanian kita tidak hanya produktif, tapi juga lestari,” ujar Andang.
Andang juga menekankan bahwa paradigma lama soal sulit dan mahalnya pembuatan pupuk organik perlu diubah.
“Dari penjelasan Pak Alik (penggiat pertanian organik), ternyata membuat pupuk organik itu tidak rumit tinggal bagaimana kita merealisasikan dan membangun kemauan di kalangan petani.,” katanya.
Menurut Andang, penggunaan pupuk organik mampu meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus menjaga keberlangsungan ekosistem.
“Ini bukan hanya soal hasil panen, tapi juga soal keberlangsungan ekosistem. Dengan pendekatan biologis dan memanfaatkan kekuatan alami, tanah menjadi lebih subur, tidak cepat rusak, dan bisa terus ditanami,” tambahnya.
Ia menyebut kawasan seperti Lakbok, Pamarican, Purwadadi, dan Banjarsari sebagai wilayah dengan surplus padi tinggi, menjadikan Ciamis sebagai lumbung pangan strategis di Jawa Barat.
Sementara itu, penggiat pertanian organik, Alik Sutaryat, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida kimia.
“Kami dirikan GACCORS (Gabungan Aksi Ciamis Cinta Organik Sejati) sekitar delapan bulan yang lalu sebagai respon atas keprihatinan kondisi pertanian yang rapuh. Petani terus memakai pupuk kimia dan pestisida, tapi hasilnya justru stagnan atau menurun. Kami ingin membangun pola pikir baru di kalangan para petani,” ujarnya.
Alik menjelaskan bahwa GACCORS telah mengembangkan lahan percontohan organik seluas 23 hektare di 17 kecamatan, melibatkan 46 petani. Hasilnya, rata-rata panen mencapai 9 ton gabah per hektare.
“Metode kami berbasis pengelolaan tanah, air, dan tanaman secara terpadu serta menghidupkan kembali kearifan lokal,” jelasnya.
Ia juga mencontohkan H. Udin, seorang petani organik yang mampu memproduksi 100 ton kompos secara mandiri.
“Jika petani punya jerami 10 ton dari satu hektare sawah, hanya butuh tambahan 2 ton bahan organik untuk membuat pupuk. Ini jauh lebih mandiri dan hemat biaya,” tambah Alik.
Alik menekankan perlunya dukungan pemerintah dalam pelatihan dan pendampingan petani serta memperluas cakupan program ini agar transformasi bisa berjalan optimal.
“Kalau mau bergerak cepat, siapkan kader petani organik. Bukan hanya penyuluh, tapi petani yang paham dan mau berubah,” tegasnya.
Kolaborasi antara pemerintah daerah dan komunitas pertanian organik diharapkan mampu menjadikan Ciamis sebagai pionir pertanian berkelanjutan, sekaligus model ketahanan pangan berbasis lingkungan dan budaya lokal.
Editor : Asep Juhariyono