Menurutnya, posko pemenangan di kantor sekretariat tersebut hanya boleh memasang lambang partai politik (Parpo) serta foto Presiden RI. "Ini caleg, bisa dibaca oleh semua orang. Ini risiko dalam demokrasi jika dilanggar, jadi begini, massa aksi akan terus bergerak, dan ini akan berulang terus. Ini hak rakyat, hingga membakar ban, bagaimana jika massa terus bertambah," ungkapnya.
Sementara itu, anggota Koordinator Pengawasan, Pencegahan, dan Hubungan Masyarakat, Bawaslu Kota Tasikmalaya, Enceng Fu'ad Syukon, mengatakan, sebelumnya pihaknya telah memberikan imbauan untuk menertibkan APK sebelum masa tenang. Namun, pengecualian diberikan untuk baliho yang dipasang di kantor partai politik, karena itu merupakan simbol posko pemenangan.
"Ya, mungkin karena masyarakat memiliki hak untuk memahami regulasi dan menafsirkan regulasi. Publik berpendapat bahwa jika itu memasuki wilayah yang harus ditertibkan, maka itu harus ditertibkan. Namun, bagi kami di Bawaslu, terkait dengan pemasangan APK, selama itu dipasang di kantor atau posko, itu tidak menjadi masalah," kata Enceng.
Terkait pencopotan baliho secara paksa, Enceng menyebut, bahwa Ketua Bawaslu telah berkomunikasi dengan Partai PSI. "Hasilnya, pihak PSI telah menerima dan tidak keberatan dengan aksi tersebut," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono