Kampung Naga Tasikmalaya Masih Andalkan Kekuatan Alam Sekitar. (Foto: Instagram@kampungnaga_tasikmalaya)
Sementara itu, Kepala Desa Neglasari, Sobirin mengatakan, Kampung Naga menjadi objek kehidupan masyarakat pedesaan yang telah lama berdiri di dalam lembah subur dengan batas wilayah sebelah Barat Kampung Naga dibatasi hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.
Namun, setiap tamu yang mengunjunginya harus sopan menggunakan tutur bahasa halus, karena selama ini warga Kampung Naga kental dengan budaya lokal yakni bahasa Sunda.
"Kampung Naga masih melestarikan nilai para leluhur sesuai dengan adat kebudayaan dan mereka selalu menjaga budaya, hutan, lingkungan dan toleransinya tinggi terhadap warga di luar maupun dalam kampung.
Akan tetapi, mata pencaharian pokok mereka yakni hanya bertani, berdagang, berkebun, membuat kerajinan tangan, dan berternak tetapi untuk penduduk kampung naga yang bekerja di luar, setelah mereka pulang dari pekerjaan tidak boleh membawa budaya yang baru dari luar," katanya.
Menurutnya, Kampung Naga sendiri tidak memiliki titik terang dan tidak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta yang melatar belakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini. Karena, warga kampung Naga sendiri telah menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor" (mati, gelap), tetapi obor yang selama ini dikenal masyarakat penerangan, cahaya, lampu.
Namun, untuk status sosial dalam masyarakat kampung Naga selama ini saling gotong royong dan rukun antara masyarakat dengan yang lainnya.
"Masyarakat Kampung Naga sendiri selama ini masih tetap melestarikan lingkungan, hutan, alam, sungai, nilai leluhur dan saling tolong menolong, gotong royong termasuk tidak ada perbedaan antara suku, agama, kulit karena semuanya sama.
Sedangkan, di Kampung Naga sendiri selama ini selalu malakukannya syukuran atas hasil bumi maupun lainnya," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono