PARIS, iNewsTasikmalaya.id – Warga di kota ini bebas telanjang ke mana pun pergi. Baik ke mal, salon, saat berjemur di pantai, dan tempat lainnya. Tak hanya itu, di kota ini warga bebas bertukar pasangan tanpa ikatan sah pernikahan.
Kota berjuluk “kota bebas telanjang terbesar” di dunia ini bernama Cap d’Agde yang berlokasi di pesisir pantai Prancis.
Kota Cap d’Agde memiliki garis pantai sepanjang 2 kilometer. Di kota ini banyak berbagai fasilitas wisata. Mulai dari toko pakaian, sauna, tempat nongkrong, hingga kelab malam dewasa.
Cap d'Agde sudah ada sejak 1958. Awalnya kota ini hanya sebagai kawasan kemah bagi kaum nudis (kaum telanjang). Tapi pada pada 1970-an, mereka mengubahnya menjadi kota telanjang.
Untuk dapat masuk kawasan ini, wisatawan harus merogoh kocek sebesar 6 Euro atau sekitar Rp102 ribu. Biasanya, dalam sehari, sekitar 50 ribu wisatawan berkunjung ke Cap d'Agde.
Wisatawan yang kedapatan berpakaian pada siang hari di Cap d'Agde akan didenda 15.000 Euro atau Rp256 juta. Namun, pada malam hari, wisatawan boleh berpakaian karena cuaca yang dingin.
Aturan wajib telanjang pada siang hari itu kini mulai dilonggarkan untuk menarik lebih banyak wisatawan. Namun, lantaran kebijakan itu, kaum nudis di Cap d'Agde mengaku risih karena wisatawan melihat mereka telanjang dengan tatapan aneh.
Di pusat resor ini pernah menjadi tempat taman keluarga dan kolam renang. Namun, pada 2005 dirobohkan dan diganti menjadi bar dan kelab malam. Alih-alih menjadi kawasan kaum telanjang, belakangan lokasi ini lebih banyak dikunjungi oleh mereka yang gila seks.
Cap d'Agde pun akhirnya dikenal menjadi ibu kota seks karena muncul klub pertukaran pasangan, hotel cabul, dan sebagainya. Wisatawan yang gila seks bisa datang ke kelab malam di sini untuk pesta telanjang.
Mereka juga bisa berenang telanjang di kolam renang hotel hingga larut malam. Kawasan ini juga pernah diserang dan dibakar pada 2009. Pelaku diduga merupakan kaum naturis (kaum yang ingin lebih dekat dengan alam dengan telanjang) yang tidak suka dengan kehadiran para penggila seks.
Kini, wisata di kawasan ini hancur akibat pandemi Covid. Hampir 100 wisawatan dinyatakan positif. Pada Agustus 2021 lalu, dua karyawan juga dinyatakan positif Covid seusai pesta cabul.
Dilansir dari Mirror, selama pandemi Covid-19, banyak wisatawan yang tak patuh peraturan. Di antaranya penggunaan masker dan jaga jarak sosial. Pembatasan yang diberlakukan juga semakin memperparah kondisi wisata di kawasan ini.
Seorang pelaku bisnis di sini mengaku memiliki 800 karyawan. Sebanyak 300 orang di antaranya terpaksa diberhentikan.
"Saya telah kehilangan 80 persen bisnis. Sekarang banyak orang tidak berminat untuk bersenang-senang," katanya.
Editor : Asep Juhariyono