Aktivis HMI Soroti Inkonsistensi Pemkot Tasikmalaya Sikapi Budaya Pengiriman Karangan Bunga di Jabar

TASIKMAKAYA, iNewsTasikmalaya.id - Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Cepi Sultoni, menyoroti ketidakkonsistenan dalam menyikapi budaya pengiriman karangan bunga di Jawa Barat.
Hal ini bermula dari imbauan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang meminta masyarakat untuk mengganti karangan bunga dengan benih padi sebagai bentuk dukungan terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Namun, di sisi lain, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya di bawah kepemimpinan Viman Alfarizi dan Diky Chandra justru membiarkan karangan bunga berjejer di depan Balai Kota, yang menunjukkan adanya kontradiksi dalam penerapan pernyataan gubernur di Kota Tasikmalaya.
"Saya nilai pemkot kurang peka terhadap seruan gubernur dan tidak berupaya untuk menerapkan apresiasi yang lebih bermanfaat bagi masyarakat," kata Cepi dalam keteramgan tertulisnya yang diterima pada Jumat (28/2/2025) malam.
Dirinya pun mempertanyakn apakah Pemkot Tasikmalaya sengaja mengabaiakn pernyataam dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau malah ada faktor lain yang membuat mereka membiarkan karangan bunga tetap berjejer di depan Balai Kota.
"Apakah mereka tidak menggubris imbauan gubernur, atau justru takut dengan wali kora Viman yang mungkin ingin mempertahankan tradisi ini agar terlihat oleh masyarakat? atau bahkan tidak tahu pernyataan dari gubernur tersebut," tegas Cepi.
Mengirim karangan bunga bukan sekadar tradisi, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam bahasa sastra. Bunga adalah bahasa diam yang berbicara dengan keharuman, keindahan, dan kefanaan.
Dalam puisi, bunga sering diibaratkan sebagai simbol penghormatan, doa, atau bahkan kesedihan yang tersembunyi di balik kelopak-kelopak yang akan layu.
Namun, ketika kebiasaan mengirim karangan bunga berubah menjadi sekadar ritual tanpa substansi, di mana ia hanya berdiri di tepi jalan untuk dipajang tanpa ada makna yang benar-benar tersampaikan, maka tradisi ini patut dipertanyakan.
"Jika pesan yang ingin disampaikan adalah penghormatan dan apresiasi, bukankah lebih baik dalam bentuk yang lebih nyata dan bermanfaat? Seperti memberikan benih padi yang kelak akan tumbuh dan memberi kehidupan, bukan sekadar bunga yang indah sesaat lalu mati," ungkapnya.
Menurutnya, apabila imbauan dari gubernur bertujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap sektor pertanian, maka seharusnya pemerintah daerah, khususnya wali kota Viman Alfarizi dan wakil wali kota Diky Chandra, juga mengambil langkah konkret dalam mendukung gagasan tersebut, bukan malah membiarkan tradisi karangan bunga terus berlangsung tanpa ada upaya pengalihan ke bentuk apresiasi yang lebih produktif.
Cepi menegaskan bahwa pernyataan gubernur harus dijalankan secara merata dan tidak boleh bersifat simbolis semata. Jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengajak masyarakat untuk mengganti budaya karangan bunga dengan sesuatu yang lebih bermanfaat, maka pemerintah daerah, termasuk Kota Tasikmalaya, juga harus mengambil peran aktif dalam mensosialisasikan dan menegakkan aturan tersebut.
"Hal ini demi memastikan bahwa gagasan yang baik tidak hanya menjadi sekadar wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan di seluruh wilayah," terang dia.
Cepi juga mengajak masyarakat untuk mulai beralih ke bentuk apresiasi yang lebih bermanfaat, seperti memberikan benih padi, bibit pohon, atau bentuk sumbangan lain yang memiliki nilai keberlanjutan.
Ia menekankan bahwa budaya memberikan karangan bunga sering kali hanya menjadi formalitas tanpa manfaat jangka panjang, sementara jika digantikan dengan sesuatu yang lebih produktif, dampaknya akan jauh lebih besar bagi lingkungan dan ekonomi masyarakat.
"Dengan adanya ketidakkonsistenan ini, saya mendesak wali kota dan wakil wali kota dan Pemkot untuk lebih serius dalam menerapkan gagasan yang telah disuarakan oleh gubernur," paparnya.
Ia berharap, Pemkot Tasikmalaga lebih tegas dan mekanisme yang jelas agar ajakan untuk mengganti karangan bunga dengan benih padi dapat benar-benar diterapkan, bukan hanya menjadi sekadar seruan tanpa tindak lanjut yang konkret.
"Saya meminta kejelasan dari Pemkot mengenai alasan mereka membiarkan karangan bunga tetap ada, apakah ini bentuk ketidakpedulian terhadap pernyataan gubernur atau ada hal tertentu di baliknya?," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono