get app
inews
Aa Text
Read Next : STHG Jalin Kerjasama Dengan PBH Peradi Tasikmalaya, Latih Kemahiran Hukum Mahasiswa

FGD Bertajuk Urgensi dan Antisipasi RKUHAP Baru Digelar Program Studi Hukum Kampus STHG Tasikmalaya

Sabtu, 22 Februari 2025 | 20:15 WIB
header img
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Urgensi dan Antisipasi RKUHAP Baru digelar Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Tinggi Galunggung (STHG) Tasikmalaya, pada Sabtu (22/2/2025) pagi. Foto: iNewsTasikmalaya.id/Kristian

HPP dalam RUU KUHAP 2023, diterangkan Nana, memiliki kewenangan luas dalam menentukan kelayakan suatu kasus untuk disidangkan.

"Selain itu, sistem penuntutan juga mengalami perubahan, di mana penyidikan menjadi bagian dari proses penuntutan. Hal ini menjadikan kejaksaan memiliki peran dominan dalam peradilan pidana dengan kewenangan yang bersifat final dan mengikat," jelasnya.

Kendati demikian, Nana menyebut, RUU ini juga menuai kritik meski membawa sejumlah inovasi. Beberapa di antaranya adalah waktu penyelesaian pemeriksaan HPP yang dianggap terlalu singkat, wewenang HPP yang dinilai berlebihan dalam menilai proses penyidikan dan penuntutan, serta keterbatasan sumber daya hakim yang dapat memengaruhi efektivitas pelaksanaannya.

"RUU KUHAP 2023 memperkenalkan alat bukti baru seperti bukti elektronik dan pengamatan hakim. Namun, pengamatan hakim dinilai rawan disalahgunakan karena belum memiliki regulasi yang jelas," paparnya.
 
"Perubahaan besar lainnya adalah pengambilalihan kewenangan penyidikan oleh kejaksaan yang sebelumnya menjadi tugas kepolisian," tambahnya.

Hal ini, dijelaskan Nana, berpotensi menimbulkan tantangan dalam koordinasi antara kejaksaan dan kepolisian, serta kesiapan sumber daya kejaksaan dalam menjalanlan fungsi penyidikan.

"Prinsip dominus litis, yang memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam menentukan apakah suatu perkara diajukan ke persidangan atau dihentikan, juga menjadi perhatian. Beberapa pihak menilai perlu adanya kajian lebih lanjut agar prinsip
ini tidak mengganggu kepastian hukum," ungkapnya.

Hasil diskusi ini nantinya akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi yang diajukan kepada Badan Legislasi DPR RI sebagai masukan akademik dari komunitas hukum di wilayah Priangan Timur, Jawa Barat.

"Kami berharap rekomendasi ini dapat menjadi referensi dalam proses legislasi RUU KUHAP 2023 guna menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan efektif," pungkas Dr. H. Nana Suryana.

Melalui FGD ini, para akademisi dan praktisi hukum berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam reformasi hukum acara pidana di Indonesia.

Editor : Asep Juhariyono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut