Ratusan Hektare Sawah di 2 Kecamatan di Ciamis Terendam Banjir

CIAMIS, iNewsTasikmalaya.id – Hujan deras sejak pekan lalu menyebabkan lahan pesawahan seluas 500 hektare di lima desa yang ada di Kecamatan Lakbok dan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat terendam banjir sehingga membuat pusing petani.
"Banjir ini sudah kedua kalinya datang tahun ini. Benih yang sudah ditanam membusuk, kami terpaksa mulai dari nol lagi dengan biaya dua kali lipat,"kata seorang petani, Sutaryo (48) saat ditemui, Selasa (19/2/2025).
Kondisi banjir ini terjadi di dua kecamatan yaitu Lakbok dan Purwadadi. "Untuk sawah yang terendam itu ada di lima desa yaitu Desa Pasung, Kertajaya, Purwajaya, Karangpaningal, dan Sidarahayu" tuturnya.
Ia mengatakan kondisi sawah milik dirinya dan petani-petani lain kini sudah terlihat seperti hamparan danau. Para petani disana pun terlihat pasrah menyaksikam padi mereka tenggelam terendam air.
"Kondisi ini terjadi sejak hujan deras mengguyur dari pelan lalu yang menyebabkan aliran Sungai Citanduy dan anak sungainya meluap,"ucapnya.
"Dengan kondisi seperti ini setidaknya ada sekitar 500 hektare sawah yang terendam banjir. Kondisi ini sebetulnya selalu datang jika musim hujan, tapi tahun 2025 ini sudah dua kali terjadi,"tambahnya.
Akibat kejadian ini, Sutaryo menaksir kerugian petani disini mencapai ratusan juta rupiah karena setiap hektarenya itu lumayan. "Kalau kondisonya kena banjir seperti ini lagi ya kami bisa bangkrut," kata Sutarya.
Petani lainnya, Ahmad Dasmun (52), menambahkan bahwa penderitaan petani saat ini sebetulnya tidak hanya terjadi ketika musim hujan saja. Saat kemarau pun diakuinya, bahwa petani harus menyewa pompa air dengan biaya tinggi. Dia merasa seperti terjebak di antara dua musim.
"Biaya sewa pompa bisa mencapai Rp500.000 per hari, nominal yang cukup menggerus pendapatan," ujarnya.
Kedua petani ini bersepakat, solusi darurat seperti bantuan benih atau pompa tak lagi cukup. Mereka mendesak pemerintah agar turun tangan membantu minimal membenahi infrastruktur pengendali banjir.
“Kami butuh tanggul yang kuat atau normalisasi sungai. Jangan sampai anak cucu kami mewarisi masalah yang sama,” pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono