Suasana subuh di Masjid Agung Manonjaya. (Foto: iNewsTasikmalaya.id/Nanang Kuswara).
Namun, di dalam masjid nampak masih sepi dan hanya terdapat 2 orang jamaah saja. Baru setelah mendekati kumandang adzan subuh satu persatu jamaah kemudian berdatangan dan terus bertambah banyak meski sebagian besar didominasi oleh para orangtua.
Selesai berjamaah shalat Subuh, para orangtua kemudian memilih duduk ke pinggir menempel tembok dan sebagian memilih bersandar pada 10 tiang kokoh di ruang utama masjid yang mengadopsi desain Eropa dengan arsitektur Sunda dan Jawa tersebut.
Sedangkan seorang remaja pengurus masjid kemudian melantunkan shalawat, sebagai tanda memanggil jemaah yang hendak mengikuti kuliah subuh yang kemudian sebagian memasuki masjid meskipun lebih banyak memilih duduk diteras masjid yang juga megah dengan adanya tiang-tiang kokoh penyangga.
Masjid Agung Manonjaya merupakan salah satu masjid tertua di Tasikmalaya dan memiliki keunikan tersendiri. Terdapat sedikitnya 60 tiang penyangga di dalamnya.
Terdapat 4 menara yang berada di kedua sisi masjid, di mana ruangan yang terdiri dari serambi depan yang menghadap alun-alun.
Kemudian ruang shalat perempuan atau pawestren yang berada di samping kiri, serta serambi belakang yang sebelumnya dipergunakan untuk kegiatan mengaji anak-anak di sana.
Masjid Agung Manonjaya juga telah dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya atau cultural heritage oleh Badan Arkeologi RI tertanggal 1 September 1975 tersebut.
“Keunikan lainnya dari masjid ini adalah adanya Mustaka atau Memolo yang dipercaya merupakan peninggalan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang disimpan di bagian atap tertinggi masjid,” ungkap Pengurus DKM Mesjid Agung Manonjaya Rusliana.
“Meskipun memolo ini merupakan kekhasan bangunan masjid di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa hindu, tetapi memang diadaptasi pada pembangunannya di masa itu,” sambung dia.
Editor : Asep Juhariyono