Ramli menjelaskan bahwa alasan di balik aksi berbasis seni ini adalah keinginan untuk meramu cara baru agar rekan-rekannya dapat mengekspresikan keresahan mereka terhadap situasi di Indonesia.
"Akhirnya, kami menemukan bahwa kita harus melakukan pentas, menyampaikan pesan dengan cara yang lebih populer. Demonstrasi di depan gedung DPRD mungkin sudah dianggap usang bagi teman-teman gen Z," ujarnya.
Ramli menambahkan bahwa aksi ini tidak hanya berfokus pada protes di depan gedung DPRD, tetapi juga melalui musik, puisi, dan monolog sebagai sarana untuk bersuara.
"Ada berbagai pertunjukan dalam aksi ini, termasuk monolog, puisi, serta penampilan band yang membawakan musik hardcore, reggae, dan lainnya," jelasnya.
Di akhir aksi, massa menyalakan lilin dan tabur bunga sebagai simbol matinya demokrasi di Indonesia. Aksi ini ditutup dengan doa yang menggambarkan kehancuran negeri .
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait