TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Mulai 1 Februari 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi mengubah skema distribusi LPG 3 kg.
Dalam kebijakan baru ini, warung pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual LPG 3 kg kecuali jika mereka terdaftar sebagai pangkalan resmi dengan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Keputusan ini membuat banyak pedagang warung kecil atau kelontongan di Kota Tasikmalaya mengeluh, karena khawatir akan berdampak pada akses masyarakat terhadap gas melon yang selama ini menjadi kebutuhan utama.
Salah satu pedagang warung eceran di Kecamatan Tawang, Euis Alis (66), mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.
Menurutnya, LPG 3 kg banyak digunakan oleh masyarakat kecil yang tidak mampu membeli gas dengan harga lebih mahal.
"Keberatan sekali, yang beli ini kebanyakan masyarakat biasa, pedagang kaki lima juga pakai. Kalau nanti dilarang, pasti makin sulit dan mahal," ujar Euis, Sabtu (1/2/2025) pagi.
Selama ini, Euis menjual LPG 3 kg dengan harga Rp 20 ribu per tabung, dengan keuntungan hanya Rp 2 ribu per tabung. Ia mendapatkan stok dari agen yang mengantarkan langsung ke warungnya.
"Saya beli dari agen Rp18 ribu, lalu dijual Rp20 ribu. Untungnya cuma Rp2 ribu per tabung, tapi lumayan buat tambahan pemasukan," jelasnya.
Meski begitu, Euis mengaku tidak pernah kesulitan mendapatkan LPG 3 kg sejak mulai menjual gas melon pada tahun 2019.
"Alhamdulillah, selama ini nggak pernah langka, selalu ada stok," katanya.
Namun, ia mengaku belum mengetahui secara pasti tentang aturan larangan bagi warung eceran untuk menjual LPG 3 kg.
"Saya belum tahu soal aturan ini, biasanya ada informasi dari kelurahan, tapi belum ada pemberitahuan," ungkapnya.
Euis berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali aturan ini agar warung kecil tetap diperbolehkan menjual LPG 3 kg.
"Semoga jangan dilarang. Gak semua orang bisa beli gas yang lebih mahal, apalagi sekarang. Bahkan yang kaya juga masih beli LPG 3 kg," tuturnya.
Senada dengan Euis, seorang pemilik warung eceran lainnya yang enggan disebutkan namanya juga merasa kebingungan dengan kebijakan ini.
"Kalau benar dilarang, saya bingung harus bagaimana. Meski keuntungannya kecil, tapi ini sangat membantu pemasukan kami," katanya.
Para pedagang berharap pemerintah bisa mencari solusi terbaik agar warung kecil tetap bisa berjualan tanpa mengganggu regulasi distribusi LPG bersubsidi.
Editor : Asep Juhariyono