TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Menuruni dan mendaki kawasan perbukitan menjadi rutinitas harian bagi para buruh pemetik daun teh di perkebunan teh Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya.
Maklum, kondisi geografis perkebunan teh rata-rata selain berada di dataran tinggi yang sejuk, juga konturnya yang berbukit-bukit.
Buruh pemetik pucuk daun teh ini pun mayoritas wanita lanjut usia (lansia). Namun demikian, mereka seolah tak pernah mengenal kata lelah. Emak-emak tanggih ini memulai rutinitas memetik pukul 06.00 WIB dan baru berhenti pukul 12.00 WIB.
Dari kejauhan, di atas jalan raya Taraju-Bojonggambir, para pemetik pucuk teh ini memberikan pemandangan khas diantara hamparan kebun teh. Yakni hanya terlihat kepala dan tangan serta keranjang di belakang punggung. Sementara tubuh renta mereka tertutup tanaman teh yang menghampar sejauh mata memandang.
Mereka pun tampak piawai memilah pucuk daun yang sudah layak petik. Sedikit demi sedikit daun teh dikumpulkan di keranjang yang terikat di punggung. Mereka menggunakan sarung tangan pelindung dan etem (ani-ani) sebagai alat memetik.
"Ya beginilah altibitas kami sehari-hari. Tak kenal panas, hujan maupun hawa dingin. Kami di sini tetap semangat memetik pucuk daun teh sebagai mata pencaharian," kata Nenek Imas (67), salah seorang pemetik teh, saat ditemui iNewsTasikmalaya.id, di lokasi pemetikan, Jumat (1/3/2024).
Tiap hari Nenek Imas mampu memanen pucuk teh rata-rata 50 kg yang kemudian disetorkan ke pengepul. Sebelum diserahkan, para pemetik menimbang dan mencatat hasil petikannya. Daun teh inilah yang menjadi ladang rupiah bagi mereka.
"Rata-rata dapatnya sekitar 50 kh sehari, dari pagi sampai siang. Tapi terkadang bisa sampai 70 bahkan 85 kg dalam satu kali petik, jika kondisinya memungkinkan," ujar Nenek Imas.
Terkait ipah yang diterimanya, Nenek Imas menyebut upah yang didapat tak sebanding dengan tenaga dan keringat yangvtelah dikeluarkan. Namun begitu, ia dan emak-emak lainnya tetap bersyukur karena tidak ada pekerjaan lain.
"Untuk 1 kilogram pucuk daun teh dihargai Rp 850. Jadi kalau dirata-rata tiap hari dapat pucuk 50 kg, upah yang diterima sekitar Rp 40.000. Tapi tak menentu juga, tergantung hasil petikan," ujar Nenek Imas.
Dengan upah sebesar itu, Nenek Imas mengaku tetap bersyukur karena masih bisa mendapatkan rizki di usia senja. "Ya disyukuri saja. Ini kan datangnya dari Allah SWT," kata Nenek Imas.
Editor : Asep Juhariyono