TASIKMALAYA, iNews.id – Kasus aktif Covid-19 di Kota Tasikmalaya terus meningkat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, hingga Jumat (4/2/2022) kasus aktif Covid-19 di kota berjuluk kota santri sebanyak 54 orang.
Sehari sebelumnya, kasus aktif sebanyak 33 orang yang berarti terdapat penambahan kasus baru terkonfirmasi positif sebanyak 21 orang.
Total kasus aktif Covid-19 tersebut tersebar dibeberapa kecamatan, di antaranya di Kecamatan Bungursari sebanyak 5 orang, Kecamatan Cipedes 14 orang, Kecamatan Cibeureum 2 orang, Kecamatan Kawalu 6 orang, Kecamatan Cihideung 7 orang, Kecamatan Mangkubumi 5 orang, Kecamatan Indihiang 4 orang, Kecamatan Tawang 9 orang, Kecamatan Purbaratu satu orang, dan Kecamatan Tamansari satu orang.
Dari total kasus aktif sebanyak 54 orang, 48 di antaranya bergejala dan 6 orang lainnya tanpa gejala.
“Memang dalam beberapa hari terakhir ini terjadi peningkatan kasus. Hari ini tercatat 54 kasus aktif,” ujar Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dr Asep Hendra Hendriana, Jumat (4/2/2022).
Dikatakan Asep, sebagian besar penambahan kasus baru berasal dari pelaku perjlanan ke luar daerah dan hasil tracing kontak erat.
“Rata-rata memang memiliki riwayat perjalanan ke luar kota. Nah pulang dari Jakarta sakit, pulang dari Bandung sakit. Beberapa kasus yang pulang dari Yogya juga sakit. Pulang ke Tasik sakit pas dicek positif Covid-19,” kata dia.
Ia menuturkan, sejauh ini pihaknya terus melakukan tracing terhadap kontak erat yang terkonfirmasi positif Covid-19.
“Hasil tracing ada yang positif ada juga yang negatif. Tapi kan di 5 hari kemudian dicek kembali. Ada beberapa hasil tracing dari kontak 4, satu positif 3 negatif. Kontak erat 3, satu positif 2 negatif,” ucapnya.
“Yang negatif juga nanti kita cek lagi, siapa tahu karena belum keluar atau terdeteksi virusnya,” sambung dia.
Asep menjelaskan, peningkatan kasus memang realistis. Artinya memang terjadi mobilitas yang tinggi. Kemudian daerah yang dikunjungi juga peningkatan kasusnya luar biasa, karena memang tidak ada pembatasan mobilitas.
“Kalau tidak ada pembatasan ya pasti nyebar,” jelas dia.
Ia menyebut, kalau tren di Jakarta itu peningkatan kasusnya dikunci di situ saja, tidak akan menyebar ke daerah lain. Artinya yang di dalam gak bisa keluar dan yang dari luar gak bisa masuk.
“Karena gak dikunci ya sangat besar potensi nyebarnya, karena setiap orang tidak bisa menjaga prokes saat makan, minum dan kegiatan lainnya,” ungkapnya.
Editor : Asep Juhariyono