TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Ratusan siswa kelas VII di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, mengikuti kegiatan sosialisasi stop kekerasan terhadap perempuan dan anak yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Sosial (Dinsos) PPKB P3A Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (20/10/2022).
Kegiatan itu digelar dalam rangka upaya pemerintah meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang saat ini kondisinya kian memprihatinkan. Sejak awal 2022, tercatat 67 kasus sudah ditangani oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Dinsos PPKB P3A Kabupaten Tasikmalaya.
Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Dinsos PPKB P3A Kabupaten Tasikmalaya, Eva Sri Sugiarti mengatakan, pihaknya akan terus gencar melakukan sosialisasi mengingat UPTD Pelindungan Perempuan dan Anak ini belum lama dibentuk, untuk menumpas kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Menurutnya, UPTD ini dibentuk atas dasar Peraturan Bupati (Perbup) 2021.
"Hari ini kami melaksanakan kampanye stop kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselenggarakn oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan peraturan Bupati per tahun 2021, UPTD ini terbentuk untuk atau khusus menangangani kasus kekeresan pada perempuan dan anak," Eva, Kamis (20/10/2022).
Dari catatan pihak UPTD, kata Eva, sejak awal 2022 ini pihaknya sudah menangani sekira 67 kasus kekerasan pada perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Ia berbarap, dengan dibentuknya UPTD ini bisa mengerucutkan diagram kasus, khususnya yang terjadi di sekolah, umumnya di lingkungan masyarakat.
"Pertahun 2022 ini, sampai dengan bulan oktober ada sekitar 67 kasus yang sudah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Diharapkan dengan salah satu kegiatan ini tentunya bisa mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak dan bisa meminalisir kasus-kasus yang terjadi, khususnya di sekolah-sekolah umumnya di masyarakat," ucapnya.
Eva menjelaskan, ada berbabagai faktor kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini marak terjadi. Di antaranya adalah faktor minimnya pengetahuan dan rasa takut untuk melapor. Namun, seluruh kasus yang ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya ini yang diungkap hanya yang muncul ke permukaan saja. Masih banyak kasus yang tidak dilaporkan sehingga tak tertangani.
“Minimnya pengatahuan kemudian rasa takut yah, kasus yang dilaporkan kepada kami itu seperti fenomena gunung es. Di mana 67 kasus ini hanya tampak di permukaannya saja, justru yang di bawah ini masih banyak kasus-kasus yang memang tidak terlaporkan," tandasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Singaparna, Jamaludin Malik, mengapresiasi pihak Dinsos Kabupaten Tasikmalaya yang bisa menggelar sosialisasi stop kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekolahnya. Apalagi, dalam sosisai ini dibahas materi mengenai perundungan, sehingga para siswa sedikitnya bisa memahami jika terjadi perundungan, agar tidak diam dan tak takut untuk melapor.
"Syukur alhamdulilah dari dinas sosial, terkhusus dari bidang perlindungan perempuan dan anak datang ke sekolah kami. Salah satu materi yang dibahas di antaranya adalah yang berhubungan dengan masalah perundungan. Ini sangat penting," kata Jamaludin.
Ia berharap, sosialisasi ini bisa dijadikan langkah awal agar materi ini bisa diimplementasikan di sekolahnya. Selain itu, ketegasan mengenai hak-hak perlindungan anak bisa lebih meningkat.
“Harapan saya mudah-mudahan ini langkah awal bagian dari pioner apapun mungkin program yang berhubungan dengan anak bisa diimplentasi di sekolah kami agar meningkat kembali, kedua mudah-mudah bisa berkelanjutan," ucapnya.
Dikesempatan yang sama, Sekretaris Dinsos Kabupaten Tasikmalaya, Dr. Eli Hendalia mengatakan, hal utama yang disampaikan dalam sosialisasi di SMPN 1 Singaparna ini adalah materi terkait perundungan dan kekerasan terhadap fisik. Selama kegiatan berlangsung, para siswa bisa memahami dan proaktif bertanya saat sesi dialog.
“Saya merasa bersyukur pada hari ini kami bisa melakukan funny game dengan sosialisasi stop kekeresan terhadap perempuan dan anak di keluarga besar SMPN 1 Singaparna. Semuanya diberikan pembekalan yang terkait dengan hal-hal bullying kemudian kekerasan terhadap fisik, dan lain sebagainya,” kata Eli.
“Alhamdulilah semua anak-anak memahami dan hari ini happy ending, karena apa, tujuan kita tercapai," sambungnya.
Eli menargetkan, hasil sosialisasi ini bisa menambah pemahaman para siswa bahwa di lingkungan sekolahnya bisa tercipta situasi kondisi yang ramah anak. Tak hanya diterapkan para siswa, ia juga berharap hal ini bisa diterapkan oleh para guru.
“Outputnya hari ini adalah adanya pemahaman dari anak-anak, bahwa tercipta di lingkungan SMPN 1 ini bisa menjadi sekolah ramah anak, dari mulai komponen guru kemudian peserta didik semuanya bisa memahami bahwa satu dengan lain harus saling menjaga," ujarnya.
“Dengan adanya UPTD P3A memang pemerintah daerah begitu sigap menyikapi bagaimana adanya penanganan kasus secara spesifik di unit pelaksanaan teknis perlindungan perempuan dan anak sehigga kasus-kasus ini bisa ditangani dengan cepat," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono