TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Direktorat Pelindungan Kebudayaan, menggelar sosialisasi tentang peran penting masyarakat dalam pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan di sepanjang jalur rempah di Kota Tasikmalaya, Minggu (14/8/2022).
Sosialisasi tersebut diikuti oleh para pelaku usaha kuliner, pelaku budaya, akademisi, unsur pemerindah daerah dan ahli cagar budaya nasional.
Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti mengatakan, pihaknya ingin jalur rempah sebagai salah satu jalur budaya dunia yang diakui Unesco. Namun sebelum itu, perlu langkah-langkah untuk mewujudkannya. Di antaranya membangun kesadaran masyarakat tentang apa jalur rempah dan seberapa pentingnya, kemudian mengumpulkan atribut jalur rempah seperti semua situs atau warisan berupa cagar budaya.
“Bicara soal jalur rempah tentunya ada ketersinggungan budaya di nusantara dengan belahan di luar Indonesia. Misalnya ada aktivitas perdagangan masa lalu kemudian aktivitas budaya. Dari aktivitas perdagangan itu muncul bangsa-bangsa lain di dunia, jadi bicara jalur rempah bukan hanya masalah kolonialisme dan imperalisme, tetapi ada masalah bagaimana akulturasi budaya di nusantara,” kata Irini.
Menurutnya, jalur rempah ini bukan terjadi abad ke-17 tetapi pada abad kesatu. Di mana pada mumi Ramses ditemukan adanya rempah-rempah dari nusantara.
“Sehingga dengan sosialisasi ini, diharapkan masyarakat dan pemerintah daerah mengetahui tentang pentingnya jalur rempah.
Untuk mengetahui jalur rempah di Tasikmalaya, lanjut Irini, pemerintah daerah tentunya harus melakukan inventarisir apa saja yang menjadi warisan budaya atau cagar budaya yang ada. Namun yang perlu diketahui, kata dia, jalur rempah bukan hanya berupa warisan budaya berupa benda, tapi ada warisan budaya tak bendanya berupa rempah-rempah.
“Ya di Tasikmalaya ini mungkin ada dan banyak berbagai tinggalan cagar budaya mengenai jalur rempah. Tentunya ini harus dilakukan inventarisir. Kita dorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk itu. Pasti ada keterkaitan jalur rempah, karena banyak rempah-rempah di nusantara ini termasuk di Tasikmalaya,” ucapnya.
Sementara itu, anggota DPR RI, Ferdiansyah mengatakan, pentingnya menjaga cagar budaya nusantara sebagai warisan budaya dunia dapat meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Hal itu juga membuktikan bahwa Indonesia turut andil dalam terbentuknya peradaban dunia.
“Masyarakat harus tahu tentang pentingnya cagar budaya. Pemerintah juga harus teliti dalam melakukan pendataan terhadap benda-benda cagar budaya, karena bicara budaya bukan dalam arti sempit, tapi kebudayaan memiliki arti yang lebih luas,” ujar Ferdiansyah.
Berkaitan dengan jalur rempah, kata dia, rempah-rempah di Indonesia sangat banyak dan beragam. Rempah-rempah bisa digunakan untuk jamu, obat, dan sebagai penambah citarasa makanan.
“Ini sangat penting bahwa dari awal pendataan rempah-rempah yang ada di Tasikmalaya itu ada beberapa, supaya ketika kita membuat sebuah produk makanan atau jamu bisa menggunakan rempah rempah yang ada di Tasikmalaya," ucapnya
Titik-titik Jalur Rempah
Dikutip dari jalurrempah.kemendikbud.go.id, jalur rempah mencakup berbagai lintasan jalur budaya dari Timur Asia hingga Barat Eropa terhubung dengan Benua Amerika, Afrika dan Australia. Jalur rempah merupakan suatu lintasan peradaban bermacam bentuk, garis lurus, lingkaran, silang, bahkan berbentuk jejaring.
Di Indonesia, wujud jalur perniagaan rempah mencakup banyak hal. Tidak hanya berdiri di satu titik penghasil rempah, namun juga mencakup berbagai titik yang bisa dijumpai di Indonesia dan membentuk suatu lintasan peradaban yang berkelanjutan.
Program jalur rempah mencakup berbagai lintasan jalur budaya yang melahirkan peradaban global dan menghidupkan kembali peran masyarakat Nusantara berabad-abad lampau.
Program ini bertekad keras untuk menghidupkan kembali narasi sejarah dengan memperlihatkan peran masyarakat Nusantara dalam pembentukan jalur rempah, mendokumentasikan peran mereka yang berada di berbagai wilayah perdagangan rempah, dan merekonstruksi serangkaian benang merah dalam satu bangunan sejarah.
Editor : Asep Juhariyono