Kapolres menuturkan, anak yang waktu kejadian masih berstatus anak sekolah dasar kelas 6 ini mengalami trauma. Bahkan melihat orang pun takut sekali. Tidak hanya itu, Arul pun sampai meminta ke ibunya untuk dibuatkan saung atau gubuk di tengah sawah untuk tempat tinggal.
“Kita kan terunyuh sekali, masa anak tinggal di gubuk. Dari pada menghambat proses islah, maka kita setujui permintaan warga untuk tidak tinggal di kampungnya,” ucapnya.
Rimsyahtono menyebut, karena keterbatasan ekonomi orang tuanya dan tidak memiliki rumah selain di kampungnya dan kebingungan, maka akhirnya Arul tinggal di ruang bermain anak Satreskrim Polres Tasikmalaya.
“Bergaul dengan kita sampai 3 bulan. Ternyata si anak itu betah. Ketika ditanya, Rul mau balik gak? Ternyata gak mau meski warga sudah memperbolehkan dia pulang,” jelas kapolres.
Lebih jauh Rimsyahtono mengatakan, saat itu sudah memasuki tahun ajaran baru sekolah. Pihaknya kemudian berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, bahwa anak tersebut harus tetap mendapatkan haknya yakni memperoleh pendidikan.
Sehingga pihaknya kemudian menyekolahkan Arul ke jenjang SMP dan tinggal di pondok pesantren di wilayah Singaparna.
“Waktu itu, Senin, 28 Juni 2021, saya umumkan ke anggota bahwa Arul itu sebagai anak asuh kapolres. Sempat viral seolah menjadi ajudan saat apel pagi padahal itu bukan ajudan dan berdirinya di belakang. Saya hanya mengumumkan bahwa Arul menjadi anak asuh Polres Tasikmalaya,” ujar kapolres.
Ia menambahkan, kondisi keluarga Arul bisa dikatakan termasuk keluarga yang kurang beruntung dengan segala keterbatasan perkonomian. Arul merupakan anak ke 2 dari 7 bersaudara. “Arul ini punya 5 adik kasihan sekali. Orangtunya kerja di Bandung belum balik. Kalau ibunya kerja sebagai buruh cuci warga kalau ada yang nyuruh,” kata Rimsyahtono.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait