Tegaskan Wali Kota Harus Mengurus Kepentingan Rakyat, Bukan Segelintir Pemodal
Lebih lanjut, Ardiana mengingatkan bahwa tugas seorang wali kota adalah mengurusi kepentingan hidup lebih dari 740 ribu warga, bukan menjadi pelayan kepentingan bisnis segelintir orang bermodal besar.
"Kalau hanya ingin mengurus urusan bisnis segelintir elite, lebih baik mundur saja dari jabatan. Seorang pemimpin harus adil dan berpihak pada masyarakat banyak, bukan melanggengkan kepentingan kelompok tertentu," ungkapnya.
Desak Transparansi Soal Rumah Dinas Wakil Wali Kota
Meski Ardiana mengapresiasi sikap Wali Kota dan Wakilnya yang menolak anggaran mobil dinas sebagai bentuk kepedulian terhadap anggaran daerah, ia tetap mengingatkan publik agar tetap kritis.
"Di balik pencitraan populis itu, kami juga mendapat informasi bahwa Wakil Wali Kota justru menempati rumah dinas yang dibiayai dari APBD, yang kabarnya berlokasi di Mayasari Town House. Ini patut dipertanyakan," tuturnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan adanya kepentingan tersembunyi atau potensi penyalahgunaan anggaran.
"Kenapa harus di kawasan elite seperti Mayasari Town House? Apakah ada skenario pengembalian modal pasca Pilkada atau bahkan permainan dengan pejabat keuangan daerah? Ini tidak bisa dibiarkan," tegas Ardiana.
Ultimatum Jika Tidak Ada Perubahan
Menutup pernyataannya, Ardiana menyatakan bahwa PMII akan terus memantau perkembangan hingga hari ke-100 kerja Viman-Diky. Jika tidak ada hasil konkret dan perubahan yang signifikan, pihaknya siap mengajukan tuntutan lebih tegas.
"Jika 100 hari berlalu tanpa perubahan berarti, kami akan secara resmi meminta Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk mengundurkan diri dari jabatannya demi menjaga marwah demokrasi dan kepentingan rakyat Tasikmalaya," tandasnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait
