Hegar menyebut, bahwa Desa Mitra melibatkan banyak pihak, termasuk fakultas lain di ITB seperti Fakultas Seni Rupa dan Desain.
"Contohnya adalah kerajinan mendong, produk UMKM unggulan Desa Tanjungsari yang belakangan terpuruk. Kami ingin ada diversifikasi produk dan penggunaan pewarna alami untuk meningkatkan nilai jualnya. Kami juga memiliki program lain seperti pelatihan pemilahan sampah dan pembuatan pupuk organik cair," ujarnya.
Hegar menjelaskan, bahwa Tasikmalaya dipilih karena merupakan kawasan berpengaruh di Priangan Timur. Ia berharap kontribusi selama tiga tahun ini dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Tanjungsari.
"Antusiasme masyarakat luar biasa, seperti dalam olahan lele yang menarik untuk dijual, dan kerajinan mendong," tambahnya.
Dekan SF ITB, Prof. apt. I Ketut Adnyana, Ph.D, mengatakan, bahwa ada empat bidang fokus pengabdian masyarakat, yaitu kesehatan, olahraga, ekonomi, dan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Desa Tanjungsari memiliki potensi luar biasa untuk bersaing dengan desa lain di Indonesia, terutama dalam produk kerajinan seperti mendong. Dengan tradisi dan bahan baku yang ada, keberlanjutan kerajinan mendong bisa dijamin," kata I Ketut Adnyana.
Menurutnya, Desa Tanjungsari akan menjadi contoh Desa Mitra yang selanjutnya akan menjadi Desa Mandiri. "Ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain, semoga kehadiran kami bermanfaat bagi masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Tasikmalaya, Dr. H. Mohamad Zen, mengapresiasi Sekolah Farmasi ITB yang telah berkiprah selama tiga tahun di Desa Tanjungsari, menghasilkan produk-produk yang luar biasa.
"InsyaAllah ini akan kami adopsi untuk desa-desa lain di Kabupaten Tasikmalaya. Produk dari perikanan dan kerajinan mendong yang sudah ada akan kami kembangkan," ucap Mohamad Zen.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait