Ia menyebut, bahwa lembaga pendidikan yang nantinya dilaksanakan di Cisayong merupakan tingkatan untuk SMA sederajat. Ustaz Maman memastikan bahwa lembaga bukan lembanga yang tidak terkontrol oleh pemerintah.
Untuk pendidikan tingkat SMA di bawah arahan dan pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Sedangkan pesantrennya di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) dan tentunya berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Forum Pondok Pesantren (FPP).
“Jadi untuk sekolahnya kami itu di bawah dinas pedidikan dan ponpesnya di bawah Kemenag serta MUI dan juga Forum Pondok Pesantren yang memang lembaga resmi di negara kita,” jelasnya.
Ustaz Maman menambahkan, dalam pembangunan ponpes di Cisayong tersebut pihaknya sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dan restu dari tokoh masyarakat di sekitar lokasi pembangunan.
“Semua perizinan sudah lengkap semua. Termasuk restu dari warga sekitar,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, alim ulama, pimpinan pondok pesantren, ormas Islam, dan tokoh masyarakat Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, berunjukrasa di Jalan Raya Cisayong, tepatnya di Kampung Neundeut, Desa Sukaraharja, Kecamata Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (3/2/2023).
Aksi unjukrasa diawali dengan pembacaan tawasul. Setelah itu, massa aksi membacakan pernyataan sikap terkait dengan ajaran kelompok radikalisme, salafi wahabi, syiah, dan kelompok sesat lainnya.
Koordinator aksi, Septian Hadinata mengatakan, aksi tersebut merupakan gerakan moral yang dilakukan oleh para kyai, pimpinan pondok pesanren, ormas, dan tokoh masyarakat, di dalam menjaga keutuhan dan kerukunan ahli sunnah waljamaah dari gangguan, khususnya radikalisme yang berbahaya bagi bangsa dan negara.
“Ini merupakan komitmen kami di Kecamatan Cisayong untuk tetap menjaga kondusifitas, khususnya kerukunan beragama di Cisayong. Pada prinsipnya kita memperkokoh ahli sunnah waljamaah,” kata Septian.
Disinggung aksi unjukrasa tersebut ada kaitannya dengan pembangunan salah satu pondok pesantren di wilayah Cisayong, Septian menuturkan, pihaknya sejauh ini tidak pernah menolak adanya pembangunan. Hanya saja, pihaknya ingin diajak musyawarah karena selama ini belum pernah menerima ajakan untuk musyawarah.
“Kami tidak pernah menolak, tolong dicatat. Kami ingin diajak musyawarah karena selama ini belum pernah ada musyawarah. Dan kami melihat dari proses pembangunan ini dalam catatan kami ada poin-poin yang kami anggap itu keluar dari koridor-koridor kenegaraan,” ucapnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait