get app
inews
Aa Text
Read Next : KPU Kabupaten Tasikmalaya Tetapkan Nomor Urut Paslon Bupati dan Wakil Bupati

Sejarah Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya, Dibangun pada Masa Kerajaan Islam Tahun 1837

Rabu, 06 April 2022 | 01:11 WIB
header img
Sejarah Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya, Dibangun pada Masa Kerajaan Islam Tahun 1837. (Foto: Instagram@mahendranugraha_)

TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Seperti halnya bangunan masjid agung di daerah lain yang dibangun pada masa Kerajaan Islam, sudah dipastikan dibagian depannya terdapat sebuah lapangan yang dijadikan alun-alun sebagai fasilitas perkantoran atau pendopo, hingga fasilitas penunjang lainnya.

Begitupun Masjid Agung Manonjaya yang dibangun pada masa Bupati Wiradadaha VIII pada 1837 di areal lahan seluas 1.250 meter persegi, bersamaan dengan perpindahannya ibu kota dari Sukaraja yang dulu bernama Pasir Panjang ke Harjawinangun yang kini dikenal dengan Manonjaya.

Di dalam masjid terdapat 10 tiang kokoh yang mengadopsi desain Eropa dengan arsitektur Sunda dan Jawa.

Masjid Agung Manonjaya merupakan salah satu masjid tertua di Tasikmalaya dan memiliki keunikan tersendiri. Terdapat sedikitnya 60 tiang penyangga di dalamnya.

Terdapat 4 menara yang berada di kedua sisi masjid, di mana ruangan yang terdiri dari serambi depan yang menghadap alun-alun.

Kemudian ruang sholat perempuan atau pawestren yang berada di samping kiri, serta serambi belakang yang sebelumnya dipergunakan untuk kegiatan mengaji anak-anak di sana.

Masjid Agung Manonjaya juga telah dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya atau cultural heritage oleh Badan Arkeologi RI tertanggal 1 September 1975 tersebut.

“Keunikan lainnya dari masjid ini adalah adanya Mustaka atau Memolo yang dipercaya merupakan peninggalan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang disimpan di bagian atap tertinggi masjid,” ungkap Pengurus DKM Masjid Agung Manonjaya, Rusliana.

“Meskipun memolo ini merupakan kekhasan bangunan masjid di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa hindu, tetapi memang diadaptasi pada pembangunannya di masa itu,” sambung dia.

Masjid ini sempat ambruk akibat bencana, mulai gempa bumi 1977, meletusnya Gunung Galunggung 1982, hingga gempa bumi 2 September 2009 yang mengakibatkan bangunan masjid harus mendapatkan perbaikan.

Renovasi dilakukan, akan tetapi tidak meninggalkan bentuk aslinya yang terus dipertahankan hingga saat ini termasuk khasnya warna hijau dan putih yang mendominasi.

Editor : Asep Juhariyono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut