TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id – Penjual masakan seperti lauk pauk, bakso, seblak, hingga pecel lalapan di Tasikmalaya terpaksa mengubah strategi produksi akibat lonjakan harga cabai rawit yang kini mencapai Rp150 ribu per kilogram.
Para pelaku usaha ini melakukan berbagai penyesuaian agar tetap dapat bertahan tanpa menaikkan harga jual secara signifikan.
Siti Nurmaya, seorang pedagang bakso keliling di kawasan Kawalu, mengurangi penggunaan cabai rawit dalam sambalnya dan menggantinya dengan cabai kering untuk menekan biaya produksi.
"Dulu sambal saya 100 persen cabai rawit, sekarang saya kurangi jadi 80 persen cabai rawit dan 20 persen cabai kering. Ini cara saya supaya tetap untung tanpa menaikkan harga terlalu tinggi," ujar Siti pada Rabu (20/1/2025).
Sementara itu, Dedeh (35), penjual lauk pauk, beralih menggunakan cabai merah keriting sebagai pengganti cabai rawit.
"Sejak harga cabai rawit naik, saya lebih sering pakai cabai merah keriting. Harganya lebih murah, tapi tetap bisa memberikan rasa pedas," kata Dedeh.
Ia menambahkan, kenaikan harga cabai rawit berdampak langsung pada sektor kuliner yang sangat bergantung pada bahan tersebut.
"Kalau harga terus naik, bisa berpengaruh pada daya beli konsumen dan stabilitas harga makanan," ungkap Dedeh.
Aeni Suharyanti, salah satu pedagang cabai rawit di Tasikmalaya, mengaku bahwa meskipun harga cabai melambung, pasokan masih stabil.
Ia menjual cabai rawit yang sudah dibersihkan dengan harga Rp150 ribu per kilogram dan mampu menjual hingga 100 kilogram per hari.
"Cabai saya datangkan dari Jawa Tengah melalui pemasok tetap. Meski mahal, pelanggan seperti rumah makan di Kota Tasikmalaya tetap membeli," jelas Aeni.
Selain itu, Aeni juga mengolah cabai rawit menjadi cabai kering dengan proses mencuci, merebus, dan menjemur.
"Cabai kering saya jual Rp40 ribu per kilogram. Biasanya digunakan untuk membuat minyak cabai atau sambal campuran," tambahnya.
Kenaikan harga cabai rawit mendorong para pedagang dan pemasok untuk lebih kreatif dalam menyiasati situasi.
Dengan inovasi ini, mereka tetap bisa menjaga kelangsungan usaha di tengah tantangan ekonomi yang tidak menentu.
Editor : Asep Juhariyono