get app
inews
Aa Text
Read Next : Heboh, Remaja 13 Tahun di Tasikmalaya Melahirkan di Puskesmas, Diduga Korban Kekerasan Seksual

Mahasiswa Unsil Tasikmalaya Soroti Caleg Kalangan Artis Gerus Calon Proses Kaderisasi Parpol

Senin, 09 Desember 2024 | 10:47 WIB
header img
Mahasiswa Unsil Tasikmalaya Soroti Caleg Kalangan Artis Gerus Calon Proses Kaderisasi Parpol. Foto: Istimewa

TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Sistem pemilihan umum di Indonesia mengalami transformasi signifikan sejak Reformasi tahun 1998, salah satunya adalah penerapan sistem proposional terbuka. 

Sistem ini bertujuan memberikan kekuasaan lebih kepada pemilih dalam menentukan calon legislatif (caleg) yang akan mewakili mereka di parlemen. 

Dengan sistem ini, pemilih tidak hanya memilih partai, tetapi juga nama caleg yang mereka inginkan dari partai tersebut. 

Studi kampus ini diinisiasi oleh kelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya, Ripan Anrian Ripaldi, Ajril Rivan Alpariji, Ai Latifah Fauziah, Nida Amali dan ⁠Afrizal Firdaus.

"Perubahan ini membawa dampak yang kompleks, termasuk munculnya figur-figur publik dari dunia hiburan dalam bursa pemilihan legislatif, menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kualitas dan kompetensi calon yang diusung. Sementara artis mungkin memiliki kemampuan untuk menarik perhatian publik," jelas Ripan Anrian Ripaldi, mahasiswa Fisip Unsil Tasikmalaya, Senin (9/12/2024). 

Ripan menambahkan, kondisi ini dinilai berimpilkasi negatif terhadap sistem kaderisasi partai politik yang seharusnya menjadi landasan bagi pengembangan calon pemimpin yang berkualitas.

Fenomena para artis ini banyak yang menjadi caleg karena sistem proposional terbuka ini membuka gerbang kemudahan para artis yang mencalonkan, karena pada sebelum mereka mencalonkan diri mereka talah memiliki basis tingkat popularitas yang tinggi di masyarakat daripada caleg-caleg lain. 

"Kita ketahui bersama bahwasanya pada pemilu tahun 2024 ini banyak sekali artis-artis yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif di berbagai latar belakang partai politik. Hal ini menyebabkan terjadinya pertarungan yang tidak sehat antar caleg di internal partainya, serta realitas di lapangan masyarakat sebagai pemilih tidak banyak mengenali caleg-caleg yang lain dan mereka lebih memilih siapa yang mereka tahu dan mereka kenal karena ke-popularitasannya," kata dia. 

Seperti caleg kalangan artis yang sekarang duduk di DPR RI, Once Mekel, Pasha Ungu, Lula Kamal, hingga Verrel Bramasta di parta PAN, Melly Goeslaw, Mulan Jameela di Partai Gerindra, Arnold Poernomo, Vicky Prasetyo, hingga Aldi Taher turut meramaikan pesta demokrasi pada pemilu 2024.

Dengan adanya fenomena ini dapat mengurangi kurangnya kapabilitas karena dengan adanya caleg artis yang muncul dengan tidak memiliki pengetahuan politik yang cukup dapat mengurangi kualitas representasi di legislatif. 

"Sistem proporsional terbuka juga dapat memperbesar ketergantungan partai politik kepada tokoh popouler yang dapat menguragi kualitas partai politik untuk membangun kaderisasi yang kuat dan berkelanjutan. Partai politik pada hari ini dianggap hanya mencari sebanyak-banyaknya suara," kata dia. 

Fenomena ini bukan hanya terjadi di satu atau dua partai politik tetapi hampir merata kepada seluruh partai politik. 

Ini mengubah medan pertempuran yang awalnya menjadi pertempuran gagasan serta ideologi menjadi pertempuran ketenaran dan popularitas belaka. 

Situasi ini dapat menggerus kualitas wakil rakyat yang terpilih dari medan pertempuran yang seperti ini.

"Dengan partai politik yang pada hari ini lebih memperkuat kekuatan dari segi kepopularitasan, para partai politik ini telah mendiskreditkan fungsi serta esensi dari partai politik itu sendiri. Karena partai politik hari ini hanya mencari kandidat kader-kader partai politik yang memiliki daya dan dapat memancing suara-suara untuk meraih suara terbanyak," ujar dia. 

Salah satu akibat dari penerapan sistem proporsional terbuka adalah menyebabkan ideologi partai politik yang tidak jelas dan menyebabkan kaderisasi di partai politik tidak berjalan dengan baik. 

Berpindahnya medan pertempuran partai yang disebabkan oleh sistem proporsional terbuka ini yang di Indonesia lebih ke arah pertarungan kepopularitasan dibanding dengan pertarungan ideologi. 

"Dapat dilihat dari 2 ideologi besar partai di Indonesia yaitu islamis dan nasionalis yang semakin ke arah menengah diantara keduanya. Partai dengan ideologi nasionalis membukakan pintu kepada ideologi islamis, begitu juga sebaliknya partai politik yang memiliki ideologi islamis membukakan pintu ideologi nasionalis," ungkapnya. 

Selain menyebabkan kelemahan kaderisasi dalam partai, serta melemahkan integritas partai politik, sistem proporsional terbuka ini juga memerlukan biaya kampanye tinggi.

Karena selain pertempuran antara partai politik, proporsional terbuka juga menggerbangi pertempuran antara para kader kurang terkenal yang ada di internal partai politik dengan para artis dan public figure yang ada di dalamnya dengan lebih banyak menggelontorkan politik uang terhadap masyarakat. 

"Jika dibiarkan maka hal ini akan sangat berbahaya terhadap integritas dan kualitas para kader yang terpilih menjadi wakil rakyat. Maka dari itu, penerapan sistem proporsional tertutup bisa menjadi salah satu langkah solutif dalam membenahi permasalahan-permasalahan yang sedikitnya telah dipaparkan diatas," pungkasnya.

 

 

Editor : Asep Juhariyono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut