get app
inews
Aa Read Next : Olah TKP di Pasar Cikurubuk, Polisi Cari Barang Bukti Lain Kasus Mayat dalam Karung di Tasikmalaya

Tim PPM Dosen FIK Unsil Tasikmalaya Edukasi Deteksi Dini Perkembangan Anak Stunting Melalui DDST

Senin, 29 Juli 2024 | 16:37 WIB
header img
Tim PPM Dosen FIK Unsil Tasikmalaya Edukasi Deteksi Dini Perkembangan Anak Stunting Melalui DDST. Foto: iNewsTasikmalaya.id/Kristian

TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Tim Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Prodi Gizi Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya melakukan edukasi deteksi dini perkembangan pada anak stunting melalui Denver Development Screening Test (DDST).

Kegiatan yang digelar di Yayasan Al Ikhlas, Jalan Ampera, Kelurahan Panglayungan, Kecamatan Cipedes, pada Senin (29/7/20224) pagi itu, menyasar kepada kader posyandu dan ibu yang memiliki balita.

Kegiatan PPM dalam rangka program Peningkatan Kesehatan Masyararak (PPKM) itu diketuai oleh Dian Saraswati, S.Pd., M.Kes., bersama anggotanya Dr. Lilik hidayati, S.KM., M.Si, Luh desi Puspareni, S.T. Gizi., M. Gizi, Lutfi Yulmiftiyanto, S.Pi., M.Si dan Yana Listyawardani, S.ST., M.KM.

Adapun pemateri dalam edukasi Perkembanhan Balita dengan DDST itu disampaikan langsung oleh, Luh desi Puspareni, S.T. Gizi., M.

Perwakilan dosen FIK Prodi Gizi Unsil Tasikmalaya, Yana Listyawardani, S.ST., M.KM., menjelaskan, perkembangan anak adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh anak yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

Perkembangan dimulai pada masa pranatal dan proses belajar dimulai setelah lahir. Perkembangan sebagai dimensi yang saling berhubungan, yang termasuk fisik, kognitif, sosial, spiritual, dan emosional yang saling mempengaruhi satu sama lain.

"Perkembangan dan belajar berlangsung berkelanjutan, sebagai hasil interaksi dengan orang, benda, dan lingkungan sekitarPola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan yang lainnya serta perubahan dalam proporsi tubuh anak terjadi sesuai dengan fase perkembangannya," kata Yana Listyawardani.

Karena menurut Yana, usia balita merupakan periode kesempatan emas kehidupan (window of opportunity) sehingga kekurangan gizi pada periode ini dapat berpengaruh pada daya saing bangsa (nation competitiveness) di masa-masa yang akan datang. 

Kekurangan gizi seperti stunting pada masa balita berdampak pada kegagalan pertumbuhan fisik, peningkatan angka kesakitan dan kematian, serta gangguan perkembangan mental dan kecerdasan.

Anak dengan stunting cenderung memiliki masalah pada pemusatan perhatian, memori dan proses pembelajaran, karena kekurangan gizi yang menyebabkan kerja otak menjadi lebih terhambat.

"Kecukupan gizi dibutuhkan tubuh terutama bagianotak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Kebutuhan gizi anak usia dini sangat penting karena masa ini merupakan masa kritis dalam hal perkembangan dan pertumbuhan kehidupan manusia, oleh karena itu tidak tercukupinya gizi atau bahkan buruknya status gizi anak usia dini akan berdampak langsung pada perkembangan psikomotorik dan kognitif mereka," tuturnya.

Di sisi lain, Yana menyebut, pengetahuan tentang stunting dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan anak masih kurang, sehingga perlu adanya peningkatan ketrampilan ibu-ibu untuk melakukan deteksi perkembangan anak. Kegiatan deteksi perkembangan anak juga wajib diketahui oleh kader di Posyandu. 

"Kegiatan edukasi pentingnya deteksi dini perkembangan pada anak stunting menggunakan DDST merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui gangguan perkembangan anak," jelas dia.

Diterangkan dia, metode DDST merupakan tes perkembangan anak yang mudah dilakukan dan proses pengukuran yang cepat (15-20 menit). Selain itu, pengukuran DDST juga dapat diandalkan dan

menunjukkan validitas tinggi.

"Upaya yang dilakukan oleh tim pengusul agar mitra mampu menerapkan metode DDST untuk mengukur perkembangan anak dilakukan dengan menggunakan prinsip PSP (pengetahuan, sikap, praktek)," bebernya.

Yana menambahkan, prinsip pembelajaran yang menekankan bahwa transfer Ipteks dimulai dengan transfer knowledge, perubahan persepsi atau sikap dan mengadopsi melalui praktek. Transfer Ipteks tersebut meliputi tahapan kegiatan di antaranya, transfer knowledge yaitu memberikan informasi dengan mendengarkan, menyimak, dan menanggapi.

Lanjut Yana, metode yang digunakan pada tahap ini adalah edukasi, perubahan persepsi, mitra menerima informasi melalui mengamati, demonstrasi, dan penggunaan media atau alat peraga.

"Selain itu, metode yang digunakan pada tahap ini adalah pelatihan Adopsi. Mitra menerima informasi dengan berlatih dan menerapkan. Metode yang dilakukan pada tahap ini adalah pendampingan," ucapnya.

Yana memaparkan, tujuan penyampaian informasi pada setiap tahapan itu seperti edukasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mitra mengenai pentingnya mengukur perkembangan anak, pelatihan yang bertujuan agar mitra bersikap atau berpersepsi baik sehingga memiliki sikap positif terhadap cara menyapih alami.

Melalui tahapan-tahapan tersebut, Yana berharap, proses transfer Ipteks yang diberikan bisa sustainable, menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh mitra dan mitra dapat membagikan kemampuan yang dimiliki kepada ibu-ibu lain yang memiliki balita.

"Pendampingan dilakukan untuk memastikan mitra dapat mampu menerapkan metode pengukuran perkembangan anak dengan metode DDST," tandasnya.

 

Editor : Asep Juhariyono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut