TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Terlambat beberapa jam saja ditemukan, bayi yang ditemukan masih hidup di Kampung Cibeunteur, Desa Cipicung, Kecamatan Culamega, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (11/09/23) subuh, mungkin akan bernasib lain.
Saat ditemukan kali pertama oleh Engkus (58), warga setempat, kondisi bayi laki-laki itu mulai membiru. Engkus bersama seorang tetangga bergegas membawa bayi di dalam kantung plastik putih itu ke paraji kampung bernama Yayah.
"Saat ditemukan, tubuhnya mulai membiru," kata Kanit Reskrim Polsek Bantarkalong, Bripka Ami, yang sempat melihat kondisi bayi.
Yayah yang menerima bayi dan melihat kondisinya, segera melakukan tindakan dengan memandikan bayi dengan air hangat.
Kemudian diberi pakaian bayi yang bersih dan diselimuti agar hangat. Bayi tersebut belum lama dilahirkan karena masih ada tali ari-arinya.
Kondisi bayi kini terus membaik dan saat ini dalam perawatan di Puskesmas Culamega.
Jajaran Polres Tasikmalaya bersama Polsek Bantarkalong yang melakukan penyelidikan, berhasil menangkap pelaku yang tak lain pasangan suami istri, Ra (18) dan Df (18), warga Desa Cipicung.
Hingga saat ini polisi masih melakukan pendalaman, terutama untuk mengetahui motif pasangan suami istri muda itu nekat membuang darah dagingnya sendiri.
Bidan Desa Cipicung, Ai Novi, mengatakan, kondisi bayi dalam perawatan yang baik di Puskesmas Culamega dan kondisinya terus membaik.
"Kami terus merawatnya bersama dengan ibu kandungnya yang juga butuh perawatan setelah melahirkan di bawah pengawasan polisi," kata Ai.
Seperti diketahui bayi yang belum diberi nama itu ditemukan pertama kali oleh Engkus (58), warga setempat.
Ketika dalam perjalanan pulang dari masjid, Senin (11/09/23) subuh, Engkus mendengar suara tangisan bayi dari arah sebuah sungai kecil.
Engkus kemudian menghampiri sumber suara, dan betapa terkejutnya ia di dalam bungkusan plastik putih ada bayi sedang menangis.
Karena panik dan takut, Engkus mengajak Herman (52), tetangganya, untuk menyelamatkan bayi. Saat dibuka, bayi dalam keadaan diselimuti sarung bantal, dan segera dibawa ke paraji kampung.
Editor : Asep Juhariyono