TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Kota Tasikmalaya, Enceng Fuad Sukron, menyebutkan bahwa terdapat empat jenis pelanggaran dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Empat jenis pelanggaran tersebut adalah Pelanggaran Administrasi, Pelanggaran Pidana, Pelanggaran Kode Etik, dan Pelanggaran Perundang-undangan lainnya.
Pernyataan ini disampaikan Enceng usai membuka kegiatan Pengawasan Partisipatif kepada RT dan RW di Ballroom Hotel Horizon, Jalan Yudanagara, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, pada Senin (22/7/2024) pagi.
"Untuk Pilkada 2024 ini, subjek hukumnya lebih banyak, jadi ada empat jenis pelanggaran. Pertama, Pelanggaran Administrasi meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi Pilkada pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada," kata Enceng kepada wartawan.
Di antara pelanggaran administrasi, Enceng mengambil contoh kampanye di luar jadwal yang sudah ditentukan oleh penyelenggara.
"Saat KPU sudah menetapkan jadwal kampanye, penetapan jadwal kampanye tersebut diketahui oleh umum. Jika ada yang tidak sesuai dengan jadwal, maka Bawaslu akan menyampaikan saran perbaikan kepada paslon yang tidak sesuai jadwal, bahkan itu bisa dipidana," jelasnya.
"Untuk pelanggaran administrasi, kita lebih fokus pada saran perbaikan terlebih dahulu. Jika saran perbaikan tidak diindahkan, baru kita masuk pada temuan dugaan pelanggaran," sambungnya.
Enceng menjelaskan, bahwa pelanggaran tindak pidana adalah pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-undang Pemilu. Tindak pidana pada pemilu ditangani atau dapat diselesaikan melalui forum atau lembaga Penegak Hukum Terpadu (Gakumdu).
"Pidana adalah kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat pada pemilihan kepala daerah. Subjek hukum hari ini adalah setiap orang, termasuk juga terkait pemalsuan data. Jadi tidak hanya penyelenggara, masyarakat juga termasuk. Sanksi ini bisa berupa penjara hingga denda," terangnya.
Enceng memaparkan, bahwa pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara.
"Untuk kode etik tingkat Adhoc, PPK, PPS, prosesnya ada di kita. Tapi untuk tingkat kota, Bawaslu, KPU, sampai tingkat yang lebih tinggi, itu di DKPP," ungkapnya.
Sementara itu, pelanggaran perundang-undangan lainnya, menurut Enceng, terkait penyelenggaraan Pilkada adalah ketidaknetralan ASN, TNI, dan Polri.
"Itu empat jenis pelanggaran di Pilkada. Mudah-mudahan ini bisa dihindari dan tidak terjadi di Kota Tasikmalaya," tandasnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait