TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Tim Majelis Ad Hoc bentukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya belum membeberkan hasil investigasi kasus dugaan malapraktik meninggalnya bayi baru lahir di sebuah klinik, Jalan Bantasari, Kota Tasikmalaya.
Pihak Dinkes memberi waktu selama 14 hari terhadap Tim Majelis Ad Hoc untuk investigasi. Namun sudah 18 hari belum ada kabar sama sekali.
"Ini sudah hari ke-18, padahal waktu yang diberikan untuk penyelidikan hanya 14 hari. Ini ada apa, jangan bikin kami hilang kepercayaan terhadap tim ini," tandas Taufik Rahman, kuasa hukum keluarga Nisa (22), ibu kandung bayi, saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (11/12/2023).
Taufik mengungkapkan, saat DPRD Kota Tasikmalaya menggelar hearing kasus tersebut, beberapa hari lalu, Tim Majelis Ad Hoc tak hadir.
"Jadi jangankan kepada kami pihak keluarga, ke DPRD yang terhormar saja mereka tidak hadir," ujar Taufik.
Padahal, lanjutnya, kehadiran Tim Majelis Ad Hoc sangat signifikan untuk menguak ada apa sebenarnya dalam kasus bayi meninggal diduga karena malapraktik ini.
"Kami bukan hanya menyayangkan, tapi mulai meragukan objektivitas kerja Tim Ad Hoc kalau caranya begini. Kenapa, ada apa, kok tidak cepat-cepat dibuka," kata Taufik.
Dalam waktu dekat Taufik akan melayangkan kembali surat permohonan tindak lanjut proses penanganan kasus kelahiran bayi yang patut diduga telah terjadi malapraktik. Surat akan dilayangkan ke Dinkes Kota Tasikmalaya selaku dinas yang membentuk Tim Majelis Ad Hoc.
"Kami layangkan kembali surat permohonan tindak lanjut penanganan kasus tersebut yang diduga dilakukan oleh tenaga kesehatan di klinik tersebut," kata Taufik.
Seperti diketahui, pasangan suami istri muda, Nisa Armila (22) dan Erlangga (23), warga Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, harus menelan pil pahit.
Anak pertama mereka yang didamba-dambakan sejak awal meninggal setelah satu hari dilahirkan. Bayi lahir dengan berat hanya sekitar 1,5 kg. Padahal usia kandungan normal mencapai sembilan bulan.
Diketahui, Nisa mulai merasakan mulas Senin (13/11/2023) sore. Ia langsung dibawa suaminya ke sebuah klinik di Jalan Bantarsari, Kecamatan Bungursari. Namun kemudian pulang karena pihak klinik menilai belum waktunya lahir.
Malam harinya Nisa kembali dibawa oleh keluarga besar ke klinik tersebut karena perutnya terus-menerus mulas. Nisa pun akhirnya melahirkan, dan saat ditimbang, bayi berjenis kelamin laki-laki tersebut hanya memiliki berat sekitar 1,5 kg. Bayi sempat dimasukkan ke inkubator.
Namun keesokan harinya pihak klinik mempersilakan Nisa dan bayinya pulang. Pihak keluarga heran, karena bayi dengan berat 1,5 kg disuruh dibawa pulang.
"Sejak awal sebenarnya kami merasakan pelayanan klinik yang terkesan tidak profesional. Tambah yakin setelah bayi boleh dibawa pulang. Padahal kondisinya menurut kami mengkhawatirkan," ungkap Nadia (26), kakak kandung Erlangga, saat mendatangi sekretariat PWI Tasikmalaya, pekan lalu.
Keluarga juga khawatir, karena bayi seperti tak mampu minum ASI. "Sebenarnya kami ingin bayi berada di inkubator. Tapi khawatir dikira spk tahu. Saat berada di rumah, bayi terus diusahakan diberi susu formula. Sempat disedot tapi hanya sedikit," ujar Nadia.
Keesokan harinya, Selasa (14/11/2023) malam, kondisi bayi drop. Saat itu juga langsung dibawa kembali ke klinik. "Namun klinik yang buka 24 jam itu ternyata sudah tutup. Kami gedor dan akhirnya dibuka," kata Nadia.
Bayi langsung diperiksa petugas yang ada dan kemudian dinyatakan meninggal. Saat keluarga larut dalam kesedihan menghadapi kenyataan itu, ungkap Nadia, petugas klinik menghilang.
Dengan perasaan sakit hati, lanjut Nadia, keluarga akhirnya membawa bayi ke sebuah rumah sakit swasta besar. "Saat diperiksa memang sudah meninggal. Yang bikin kami terkejut, petugas medisnya heran kenapa bayi berat 1,5 kg tidak berada di inkubator," ungkap Nadia.
Merasa pelayanan dan penanganan klinik buruk, keluarga kemudian mengadu ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya, Kamis (16/11/2023).
"Kematian keponakan kami memang takdir. Tapi kami berharap kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi klinik. Makanya kami mengadu ke Dinkes," terang Nadia.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait