TASIKMALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Seni Angklung Sered biasanya dimainkan oleh para lelaki, karena dalam permainannya terjadi kontak fisik antar dua kelompok pemain angklung.
Dua kelompok pemain angklung akan saling kontak fisik, beradu pundak, lengan dan betis hingga sampai ada salah satu kelompok yang kalah.
Namun seni Angklung Sered yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini, saat ini mengalami pergeseran tradisi yakni bisa dimainkan oleh perempuan.
Pergeseran tradisi ini terjadi di tempat di mana seni Angklung Sered lahir yakni di Kampung Balandongan, Desa Sukaluyu, Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya.
Ibu-ibu dan gadis remaja membentuk beberapa kelompok seni Angklung Sered dan dalam momen-momen tertentu dipertunjukkan.
Seni Angklung Sered sendiri merupakan pertunjukan memainkan angklung oleh dua kelompok yang nantinya akan saling beradu kontak fisik dan bakal ada yang menang dan kalah.
Satu kelompok membentuk formasi berderet ke belakang saling memegang di mana yang paling depan berperan sebagai pemimpin.
Saat pertunjukan berlangsung, kedua pemimpin masing-masing akan saling beradu fisik, saling beradu pundak, lengan dan betis.
Sambil bertarung, para pemainnya terus memainkan angklung, diiringi musik dari dogdog, kendang dan gong. Satu kelompok dianggap kalah jika pegangan lepas dan bercerai-berai.
Pertunjukan seni buhun ini kini makin menarik setelah kaum perempuan tak mau ketinggalan memainkannya. Apalagi saat momen saling beradu fisik.
"Keterlibatan perempuan dalam seni Angklung Sered ini sudah cukup lama, sekitar empat tahun. Mereka sudah memiliki kelompok tetap," terang Udung, Ketua Paguyuban Angklung Sered Balandongan, saat ditemui, Jumat (13/10/2023).
Ia mengungkapkan, seni Angklung Sered sudah ada sejak jaman penjajahan. "Dinamai sered (dorong, Red) karena ada aksi saling sered antar dua kelompok pemain angklung saat memainkannya," ujar Udung.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait