Soedrajat Angkat Bicara Terkait Kasus Tunjangan DPRD Banjar: Kami Terjebak Regulasi Bermasalah

Budiana Martin
Soedrajat Angkat Bicara Terkait Kasus Tunjangan DPRD Banjar: Kami Terjebak Regulasi Bermasalah Soedrajat Angkat Bicara Terkait Kasus Tunjangan DPRD Banjar Kami Terjebak Regulasi Bermasalah. Foto: Istimewa

BANJAR, iNewsTasikmalaya.id – Mantan Anggota DPRD Kota Banjar, Soedrajat Argadiredja, akhirnya buka suara terkait dugaan penyimpangan anggaran tunjangan rumah dinas dan transportasi DPRD Kota Banjar periode 2017–2021. Usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Banjar, ia mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam sistem administrasi dan regulasi yang menjadi dasar pemberian tunjangan tersebut.

Soedrajat menyatakan bahwa kasus ini bukan semata-mata persoalan personal, melainkan persoalan struktural yang berakar dari lemahnya peraturan yang diterbitkan pemerintah daerah. Menurutnya, kesalahan dalam regulasi internal membuat anggota dewan seolah-olah “dijebak” dalam situasi yang kini menyeret mereka ke ranah hukum.

"Kami hanya menjalankan aturan yang ada saat itu. Tapi jika aturan yang diberikan ternyata bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, maka itu bukan semata kesalahan kami," ujar Soedrajat, Jumat (30/5/2025).

Pertanyakan Peraturan Walikota dan Dasar Pengembalian Dana

Dalam keterangannya, Soedrajat mengkritisi Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 66 Tahun 2018 yang dijadikan dasar oleh penyidik untuk menghitung jumlah kerugian negara. Ia menegaskan bahwa Perwal itu baru berlaku setelah ia tidak lagi menjabat sebagai anggota DPRD.

“Saya berhenti September 2018, sedangkan Perwal itu baru diundangkan Desember. Kok saya diminta tanggung jawab atas aturan yang belum berlaku saat saya menjabat?” tegasnya.

Selain waktu penerbitan yang tidak relevan, ia juga menyoroti ketidaksesuaian perhitungan nilai tunjangan yang dianggap harus dikembalikan. Menurut Soedrajat, angka kerugian versi penyidik dan APIP sangat berbeda dari perhitungannya sendiri, namun hingga kini tidak ada penjelasan rinci mengenai metode kalkulasi tersebut.

“Saya sudah tanya ke Inspektorat, tapi mereka pun tak bisa menjelaskan karena katanya hanya menerima data dari Sekretariat Dewan. Semua seperti saling lempar tanggung jawab,” ucapnya.

Kekosongan Aturan Jadi Akar Masalah

Lebih lanjut, Soedrajat menyinggung soal kekosongan hukum yang terjadi antara 2017–2018. Ia menyebut, saat itu terjadi benturan antara Perwal Nomor 5a Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017, terutama terkait hak keuangan dan tunjangan DPRD.

Dalam PP tersebut disebutkan bahwa tunjangan rumah dinas tidak lagi mencakup fasilitas tambahan seperti listrik, air, dan internet. Namun, Perwal yang berlaku di Kota Banjar saat itu masih mencantumkan fasilitas-fasilitas tersebut sebagai bagian dari tunjangan, sehingga muncul potensi selisih perhitungan yang belakangan dianggap sebagai kerugian negara.

“Ini bukan semata kesalahan dewan, karena eksekutif tidak segera menindaklanjuti Perda Nomor 5 Tahun 2017 dengan Perwal yang baru. Akibatnya, anggota DPRD berada dalam situasi hukum yang menggantung,” jelasnya.

Soedrajat menegaskan, dirinya siap mengembalikan dana tunjangan yang dipermasalahkan jika sudah ada putusan pengadilan yang inkrah, bukan sekadar hasil audit atau perhitungan sepihak.

“Saya tidak keberatan mengembalikan jika memang terbukti menyalahi aturan, tapi jangan minta kami tanggung jawab atas kekacauan sistem yang bukan kami buat,” pungkasnya.

Editor : Asep Juhariyono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update