TASIKMALALAYA, iNewsTasikmalaya.id - Tim Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Siliwangi (Unsil) melakukan penyuluhan dan edukasi pencegahaan Anemia Defisiensi Besi (ADB) melalui konsumsi pangan tinggi zat besi.
Kegiatan PPM dalam rangka program peningkatan kesehatan masyarakat (PPKM) ini digelar di Posyandu Cempaka, Kampung Petir, Kelurahan Cikalang, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jumat (22/7/2023).
Dalam pelaksanannya tersebut, pemateri tentang penceganan ADB dilakukan oleh tim dosen FIK Unsil, di antaranya, Dian Saraswati, M.Kes, Dr. Lilik Hidayanti, dan Nisatami Husnul, M.Gz.
Salah seorang perwakilan tim pengabdian dosen Unsil FIK, Nisatami Husnul, M.Gz mengatakan, balita merupakan salah satu kelompok yang rentan menderita ADB karena pola makan dengan konsumsi makanan kaya zat besi yang rendah.
"Karena yang namanaya kasus ADB ini pada balita bisa menyebabkan kondisi stunting. Jadi untuk sasarannya kami ini kepada ibu balita utamanya balita usia lebih dari 6 bulan sampai 5 tahun," ucap Nisatami.
Ia menuturkan, anemia pada balita di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yakni sebesar 28,19 persen (Kemenkes 2013) dan mengalami kenaikan pada 2018 yaitu sebesar 38,5 persen. (Kemenkes RI, 2018).
Menurutnya, hal ini menjadikan anemia sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat terpenting dan menjadi isu internasional. Anemia pada balita banyak dialami oleh balita yang tinggal di negara berkembang seperti Indonesia.
"Jadi memang di Indonesia sendirikan jumlah anak anemia itu dari 10 orang itu tiga anak. Jadikan memang cukup dikhawatirkan juga. Di Tasikmalaya juga sama prevalensinya masih tinggi, itu kurang lebih 30 persen," lanjut dia.
Dikatakan Nisatami, anemia mengakibatkan asupan oksigen ke jaringan tubuh terutama jaringan otak berkurang. Pada anak-anak di bawah usia 5 tahun kekurangan oksigen ke jaringan otak dapat mengkibatkan menurunnya fungsi kognitif, menghambat pertumbuhan, dan perkembangan psikomotorik.
"Penyebabnya, karena memang defisiensi zat besi yang otomatis kekurangan asupan pangan sumber zat besi yang harus diperhatikan. Karena balita ini banyaknya diberikan makanannya itu miskin asupan yang tinggi protein," ujarnya.
Tambah Nisatami, untuk mencegah terjadinya ADB pada balita banyak yang bisa dilakukan oleh para orang tua, salah satunya harus memperbanyak pangan yang mengandung zat besinya.
"Seperti tadi protein hewani, nabati, sayur-sayuran hijau, karena kan itu mudah didapatkan di lingkungan sekitarnya. Jadi tidak harus mahal, tidak harus dari daging-dging yang mahal. Bisa juga dari ati ayam," tutur Nisafami.
Lanjut dia, tanda dan gejala ADB adalah mudah lelah, nafas pendek, merasa lemas, mudah marah, mudah pusing atau sakit kepala, dan penurunan kemampuan fisik.
Nisatami menambahkan, kondisi ketika anak kekurangan zat besi juga akan mempengaruhi kepada jumlah sel darah merah dalam tubuh. Pasalnya, sel darah marah ini dipengaruhi atau bahan dasarnya zat besi, di sumsum tulang belakang itu sedikit kandungannya tidak terbentuk.
"Ya, salah satunya harus rutin ya mengecek pertumbuhannya setiap bulan ke posyandu, selain itu juga diberikan asupan yang tinggi dengan zat besi, juga berikan perhatiannya," jelas dia.
Dia berharap dengan digelarnya penyuluhan pencegahaan SDB ini, masyarakat bisa teredukasi dan meningkatkan perhatiannya terhadap tumbuh kembang anak, dengan memberikan asupan yang berkualitas.
"Harapanya, masyarakat di wilayah sini itu semakin tergugah, semakin perhatian terhadap anak-anaknya, terutama pertumbuhan dan perkembangannya dengan salah satunya itu pendekatannya pemberian asupan tinggi zat besi dari makanan yang ada disekitar," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait