Kejari Kota Banjar Dikritik Terkait Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan DPR, Minim Keterbukaan

Budiana Martin
Kejari Kota Banjar Dikritik Terkait Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan DPR, Minim Keterbukaan Muhlison, pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar. Foto: Istimewa

BANJAR, iNewsTasikmalaya.id – Penanganan kasus dugaan korupsi terkait tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar menuai kritik tajam dari masyarakat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjar dianggap kurang transparan, sehingga menimbulkan berbagai spekulasi mengenai keberpihakan dan potensi perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu.

Salah satu sorotan datang dari Muhlison, pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar, yang menilai proses hukum dalam kasus ini tidak dijalankan secara terbuka kepada publik.

Tudingan Ketertutupan dan Kesan Melindungi Eksekutif

Menurut Muhlison, Kejari Banjar belum secara terang-terangan mengungkap sejauh mana keterlibatan pihak eksekutif dalam penyusunan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menjadi dasar pemberian tunjangan tersebut. Ia mempertanyakan apakah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Wali Kota saat itu sudah dimintai pertanggungjawaban secara menyeluruh.

“Kenapa hanya legislatif yang jadi sorotan? Padahal, Perwal itu tidak lahir sendiri. Ada peran eksekutif di baliknya. Ini yang harusnya juga diperiksa,” ujar Muhlison, Jumat (9/5/2025).

Ia menyebutkan, jika memang terjadi penyimpangan dalam kebijakan anggaran, maka semua pihak yang terlibat sejak awal, baik dari unsur legislatif maupun eksekutif, harus diperiksa secara adil dan proporsional.

Publik Butuh Penjelasan, Bukan Sekadar Janji Rilis

Selain kurangnya transparansi dalam penetapan tersangka, Muhlison juga menyoroti tidak adanya penjelasan menyeluruh dari Kejari mengenai konstruksi hukum kasus ini. Hingga saat ini, berbagai pertanyaan dari awak media belum mendapat jawaban rinci.

“Yang disampaikan ke publik hanya nama tersangka dan nilai kerugian negara. Tapi bagaimana prosesnya? Apa pasal yang dikenakan? Kenapa hanya dua orang? Itu semua tidak dijelaskan,” imbuhnya.

Menurutnya, keterbukaan informasi bukan hanya hak publik, tetapi juga sarana edukasi hukum agar masyarakat memahami proses hukum secara menyeluruh dan tidak menaruh curiga pada institusi penegak hukum.

Kritik ke Inspektorat: Sistem Pengawasan Lemah

Tak hanya Kejaksaan, Muhlison juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan internal oleh Inspektorat Kota Banjar. Ia mempertanyakan bagaimana kebijakan yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah itu bisa berjalan selama bertahun-tahun tanpa koreksi.

“Di mana peran Inspektorat? Ini jadi pertanyaan besar. Seharusnya mereka jadi garda terdepan dalam mencegah penyimpangan seperti ini,” tegasnya.

Sebagai langkah lanjutan, POSNU bersama elemen masyarakat sipil lainnya berencana melaporkan persoalan ini ke Komisi Yudisial. Tujuannya untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum berlangsung objektif dan tidak diskriminatif.

Penetapan Tersangka Tanpa Konstruksi Hukum Jelas

Kejaksaan Negeri Banjar sebelumnya telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Ketua DPRD Kota Banjar (DRK) dan mantan Sekretaris DPRD (R), atas dugaan penyimpangan dalam pengelolaan tunjangan DPRD periode 2017–2021. Nilai kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp3,5 miliar.

Namun, hingga kini, Kejari Banjar belum memberikan penjelasan resmi terkait konstruksi hukum kasus tersebut. Setiap permintaan wawancara oleh wartawan hanya dibalas dengan janji akan dirilis melalui pesan tertulis.

“Keterangan lengkapnya akan kami sampaikan lewat rilis,” ujar Kasi Intel Kejari Banjar, Akhmad Fakhri saat itu.

Sayangnya, rilis yang dikirim hanya berisi informasi umum tanpa merinci pasal yang dikenakan, bukti hukum yang mendasari, atau posisi tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat.

 

Editor : Asep Juhariyono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update