BANJAR, iNewsTasikmalaya.id – Dalam menyambut Tahun Baru Imlek 2576, ornamen khas perayaan ini, seperti lampion dan dekorasi merah emas, dipasang di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar dan Pusat Layanan Haji dan Umrah.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Surat No. B-270/SJ/BIX/KP.02/01/2025. Pemasangan ornamen ini dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi agama yang merayakan Imlek.
Namun, keputusan tersebut menuai respons beragam. Sebagian pihak memuji inisiatif ini sebagai langkah memperkuat toleransi antar umat beragama, sementara lainnya menganggapnya berlebihan dan kontroversial.
Aktivis Forum Banjar Al-Muktabar Reborn, Zaenal Arifin, mengkritik pemasangan ornamen Imlek di kantor kemenag. Ia menyebutnya sebagai tindakan yang melampaui batas. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang tidak mengakui kebenaran agama lain.
“Ini adalah bentuk propaganda yang mengarah pada pengokohan konsep Islam sekuler. Islam mengajarkan toleransi, tetapi tidak dalam hal keimanan atau tauhid. Dalam hal ini, pemasangan ornamen dianggap dapat menyesatkan umat,” tegas Zaenal.
Sebaliknya, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Banjar, Rio Julian Rustandi Putra, justru melihat pemasangan ornamen Imlek sebagai upaya nyata memperkuat keharmonisan dalam keragaman.
Menurutnya, langkah ini sejalan dengan konsep Islam Rahmatan Lil ‘Alamin yang mengajarkan umat Islam untuk membawa kedamaian bagi semua makhluk, tanpa memandang perbedaan agama atau budaya.
“Ini adalah simbol nyata dari toleransi yang seharusnya diapresiasi. Islam mengajarkan kita untuk hidup berdampingan secara damai, dan pemasangan ornamen ini merupakan manifestasi dari nilai-nilai itu,” ujar Rio.
Pandangan serupa disampaikan oleh Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Banjar, yang mendukung penuh keputusan Kemenag.
Menurutnya, pemasangan ornamen Imlek tidak hanya menghormati tradisi budaya Tionghoa, tetapi juga mempertegas peran Kemenag sebagai lembaga yang melayani semua agama resmi di Indonesia, termasuk Konghucu.
“Ini adalah bentuk komitmen nyata dalam menciptakan keharmonisan di tengah keberagaman, serta menunjukkan bahwa agama-agama yang diakui negara mendapat perlakuan setara,” katanya.
Di tengah kontroversi yang berkembang, Kepala Kantor Kemenag Kota Banjar, Ahmad Fikri Firdaus, mengonfirmasi bahwa ornamen Imlek tersebut akhirnya dicopot. Keputusan ini diambil setelah ada permintaan dari Forkopimda Kota Banjar untuk menjaga situasi kondusif menjelang pelantikan kepala daerah.
“Kami memahami sensitivitas situasi. Karena itu, ornamen ini kami lepas sebagai langkah menjaga harmoni di tengah masyarakat,” jelas Fikri.
Ia juga menegaskan bahwa pemasangan ornamen sebelumnya bukan tanpa dasar. Hal itu adalah bentuk penghargaan terhadap agama yang merayakan Imlek, sejalan dengan tugas Kemenag sebagai lembaga yang melayani semua agama yang diakui negara.
“Kami ingin memastikan semua umat beragama merasa dihormati. Pemasangan ornamen ini adalah salah satu cara menunjukkan sikap tersebut, tetapi kami juga harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat,” tambahnya.
Perayaan Imlek di Kota Banjar tahun ini menjadi pengingat pentingnya toleransi dan penghormatan antarumat beragama. Meskipun polemik sempat mencuat, langkah-langkah yang diambil diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk menciptakan harmoni di tengah keberagaman, tanpa menimbulkan konflik yang tidak perlu.
Sebagai simbol kerukunan, perayaan Imlek tetap menjadi bagian dari mozaik budaya yang memperkaya Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Kini, tugas semua pihak adalah menjaga agar toleransi ini terus hidup dalam keharmonisan.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait