JAKARTA, iNewsTasikmalaya.id - Praktik politik uang atau money politics dalam setiap pemilihan umum seringkali menjadi sorotan. Namun, apa hukumnya menerima uang sogokan dalam konteks pemilu? Besok, Rabu (14/2/2024), seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih akan menggunakan suaranya pada Pemilu 2024.
Biasanya, menjelang hari pencoblosan, sejumlah tim sukses aktif melakukan serangan fajar dengan memberikan imbalan uang kepada masyarakat untuk mempengaruhi pilihan mereka. Bahkan, di beberapa daerah, maraknya spanduk bertuliskan "Nolak 50’an, kabeh mundak bosss!!!. 200 tak coblos” (Menolak 50’an semua naik bos, saya coblos 200).
Melansir laman NU Online, Komisi Waqi'iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah telah mengeluarkan keputusan terkait politik uang atau serangan fajar. Keputusan ini menyatakan bahwa politik uang adalah haram. Ada tiga alasan utama di balik keharaman politik uang.
Pertama, serangan fajar masuk dalam kategori risywah (suap). Memberi atau menerima uang dengan maksud mempengaruhi suara dalam pemilihan umum termasuk dalam risywah (suap), yang secara mutlak diharamkan dalam Islam. Suap dianggap sebagai pelanggaran hak-hak orang lain dan dosa besar.
Kedua, praktik politik uang, termasuk serangan fajar, dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum. Pasal 187A secara tegas melarang pemberian dan penerimaan uang atau imbalan lain untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum. Pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana.
Ketiga, politik uang merusak tatanan negara. Melarang money politics juga bertujuan untuk mencegah kerusakan dalam sistem bernegara dan tatanan sosial kemasyarakatan.
Menurut Syekh Khatib Asy-Syirbini, dalam ilmu fiqih, suap atau risywah didefinisikan sebagai memberi sesuatu kepada orang lain agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar. Suap adalah tindakan tercela dan bertentangan dengan hukum.
Dengan demikian, dalam konteks pemilihan umum, masyarakat seharusnya memahami dan menghindari praktik serangan fajar agar dapat menjaga integritas dan keadilan dalam proses demokrasi.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait