Hari Pahlawan dalam Darurat Politik

Heri Solehudin Atmawidjaja
Heri Solehudin Atmawidjaja. Foto: Ist

Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja

Pemerhati Sosial Politik Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sospol UI

MENYAMBUT hari Pahlawan tahun ini kita semua sangat prihatin banyaknya persoalan bangsa yang semakin komplek, persoalan ekonomi berkepanjangan, sengkaruk politik, persoalan disparitas sosial, dan segudang persoalan besar yang belum juga menemukan titik akhirnya. 

Hari Pahlawan 10 November ini meskinpun penjajahan fisik atau kolonialisme asing sudah tidak lagi kita rasakan, kita kini sedang berusaha untuk mengisi kemerdekaan, kita membutuhkan pahlawan-pahlawan baru untuk mengatasi berbagai problem bangsa ini yang cukup krusial.

Dalam konteks kita saat ini persoalan politik sering membuat bangsa ini terbelah, kondisi ini diperparah dengan munculnya kelompok buzzer bayaran yang semakin memperkeruh suasana kebangsaan kita.

Jelang pemilihan Presiden (meskipun masih 2 tahun lagi) suasana panas semakin terasakan. Saling serang dan saling menjatuhkan bahkan cenderung fitnah, tak jarang isu sara juga menjadi bumbu efektif dalam menebarkan kebencian antar kelompok pendukung kandidat tertentu.

Hal ini tentu patut menjadi keprihatinan kita bersama, dimana semangat persatuan dan kesatuan yang dikumandangkan oleh Bung Tomo semakin hari semakin terkikis oleh kepentingan politik sesaat bangsa ini.

Kobar Semangat Bung Tomo

10 November Bung Tomo sanggup kobarkan semangat para pemuda di Surabaya, dengan segala keterbatasan para pemuda bangkit berjuang mengusir penjajah. Memang saat ini masyarakat Indonesia tidak lagi turut melawan penjajah seperti halnya arek-arek Surabaya saat itu, tugas kita sebagai penerus bangsa ini adalah meneladani nasionalisme kebangsaan para pahlawan kita didalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Jika dahulu para pendiri Rebuplik ini berjuang dengan darah dan air mata, maka tugas kita selanjutnya adalah menjaga dan melajutkan cita-citanya. Bagi rakyat setidaknya kita menyadari betul bahwa kemerdekaan ini harus kita jaga bersama, republik ini  tidak boleh retak hanya karena persoalan pilihan politik.

Bila keadilan masih jauh dari  harapan, maka setidaknya kita tidak ikut menjadi bagian dari persoalan bangsa, menjadi bagian yang ikut berkontribusi terhadap meruncingnya persoalan kebangsaan kita.

Jika benar anggapan sebagian orang bahwa semangat nasionalisme dan kebangsaan kita kini telah pudar dan menguap, tentu ini menjadi persoalan serius,  tanda-tanda yang kini muncul dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Apa yang kita saksikan sekarang adalah hilangnya rasa saling percaya (trust) antar sesama, baik horisontal maupun vertikal. Pada saat yang sama partai politik sebagai perpanjangan aspirasi rakyat hanya menjadi  bebek yang mengiba pada belas kasihan sang penguasa.

Maka ketika rakyat menghendaki perubahan berbanding terbalik dengan keinginan partai politik yang madep mantep manut penguasa.

Kontestasi Gagasan dan Ide Perubahan

2023 adalah tahun politik yang harus kita jadikan momentum untuk menentukan arah bangsa ke depan, karena itulah maka tahun 2023 harus menjadi tahun kontestasi gagasan dan ide besar untuk membangun Republik ini kedepan, sehingga bangsa ini dapat menilai siapa dan dari mana gagasan besar serta arah perjuangan bangsa ini terlahir.

Partai politik tidak hanya sekedar menawarkan calon pemimpin yang hanya bermodalkan popularitas semu dan pencitraan palsu, akan tetapi sebaliknya partai politik harus menawarkan calon-calon pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik, memiliki integritas, bersih dari korupsi dan tentunya memiliki gagasan-gagasan besar untuk bangsa ini ke depan.

Sadar ataupun tidak saat ini kita sedang menghadapi darurat politik, di mana partai politik hanya menjadi corong kekuasaan, maka sudah saatnya rakyat bersatu untuk mengevaluasinya, sederhana sekali karena dalam demokrasi daulat ada ditangan rakyat, maka rakyatlah yang berhak untuk memilih ataupun tidak memilih calon yang ditawarkan oleh partai politik.

Jika rakyat merasa bahwa calon tersebut hanya boneka yang hanya akan menjadi kepanjangan tangan oligarki, maka rakyat berhak untuk tidak memilihnya. Begitu pula jika ada muncul harapan baru akan perubahan, yang dirasakan akan mampu membawa kemajuan, maka rakyat wajib bersatu padu untuk mendukungnya.

Melalui momentum peringatan 10 November ini, marilah kita bangkitkan semangat anak-anak muda kita untuk meraih perubahan, sebagaimana kemerdekaan harus diperjuangkan dengan darah dan air mata, maka perubahan juga harus diperjuangkan dengan tenaga, pikiran dan materi.

"Jangan memperbanyak lawan, tapi perbanyaklah kawan" (Bung Tomo).

Editor : Asep Juhariyono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network